KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis haturkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat serta hidayah-Nya, sehigga penulis
dapat menyelesaikan makalah tentang “Perkembangan Moral”.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini. Terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Dra. Siti Hartini selaku dosen pembina mata kuliah
Pskologi Anak.
Penulis menyadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan, demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis mohon maaf apabila dalam makalah ini banyak
kesalahan. Semoga bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi pembaca.
Yogyakarta, Desember 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.............................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah......................................................................... 2
C.
Tujuan............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Perkembangan Moral Menurut W.H.
Suntrock Pada Masa Awal Anak-anak
1.
Pandangan Piaget.................................................................. 3
2.
Pemikiran............................................................................... 3
3.
Perilaku Moral........................................................................ 4
4.
Perasaan Moral....................................................................... 5
5.
Teori Perkembangan Moral
Menurut L. Kohlberg................. 5
6.
Kritik Terhadap Kohlberg...................................................... 7
7.
Altruisme............................................................................... 8
B.
Perkembangan Moral Menurut
Elizabeth Hurlock
1.
Arti Perilaku Moral................................................................ 8
2.
Bagaimana Moralitas Dipelajari............................................. 9
3.
Perilaku Moral........................................................................ 10
4.
Perilaku Tak Bermoral........................................................... 10
5.
Perilaku Amoral..................................................................... 10
6.
Perkembangan Moral Mempunyai
Aspek Kecerdasan.......... 10
7.
Tanggapan Piaget dalam
Perkembangan Moral.....................
13
8.
Tanggapan Kohlberg..............................................................
13
9.
Fase Perkembangan Moral.....................................................
14
10.
Disiplin...................................................................................
15
11.
Peraturan................................................................................
19
12.
Hukuman...............................................................................
20
13.
Penghargaan...........................................................................
23
14.
Konsistensi.............................................................................
24
15.
Bahaya Dalam Perkembangan Moral..................................... 26
16.
Keyakinan Disiplin itu
Keyakinan dan Sinonim....................
26
17.
Sulit Dalam Konsep Moral....................................................
27
18.
Ketidakkonsistenan dalam
Disiplin.......................................
27
19.
Suapan...................................................................................
28
20.
Kesenjangan Konsep Moral dan
Berperilaku Moral.............. 28
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan.................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 33
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Minat psikologi pada perkembangan
moral awalnya dipusatkan pada disiplin yaitu jenis disiplin yang terbaik untuk
mendidik anak yang mematuhi hukum, dan pengaruh disiplin tersebut pada
penyesuaian pribadi dan sosial. Secara bertahap minat psikologi bergeser ke arah
perkembangan moral kepola yang normal untuk aspek perkembangan ini dan usia
seorang anak dapat diharapkan bersikap sesuai dengan cara yang disetujui
masyarakat. Dengan adanya peningkatan yang serius dalam kenakalan remaja, minat
untuk mempelajari penyebab, penanganan, dan pencegahan menjadi sasaran
perhatian psikologi dan sosiologi. Mula-mula minat ini terbatas pada penelitian
remaja karena sesungguhnya, anak-anak tidak dianggap “anak nakal” betapapun
jauhnya penyimpangan perilaku mereka dari standar yang disetujui masyarakat.
Dalam dua dasawarsa terakhir, studi
psikologi mengenal perkembangan moral telah dipacu oleh teori-teori yang
didasarkan atas hasil-hasil penelitian sehubungan dengan pola perkembangan moral
pada masa kanak-kanak dapat diramalkan. Teori terbaik dan yang paling
berpengaruh adalah teori Piaget dan teori Kohlberg.
Manusia sulit bersikap netral
terhadap perkembangan moral. Banyak orang tua kuatir bahwa anak-anak mereka
bertumbuh tanpa nilai-nilai tradisional. Para guru mengeluh bahwa murid-murid
mereka tidak sopan. Didalam makalah ini kita akan membahas tentang perkembangan
moral, pandangan Piaget tentang pertimbangan moral anak-anak berkembang,
hakikat perilaku moral anak-anak, dan perasaan anak-anak menyubang bagi
perkembangan moral mereka.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan
masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa
itu perkembangan moral dalam buku W.H. Suntrock?
2. Apa
itu perkembangan moral dalam buku Elizabeth Hurlock?
3. Apa
perbedaan dan persamaan perkembangan moral dalam buku W.H. Suntrock dengan buku
Elizabeth Hurlock?
4. Apa
kelebihan dan kekurangan perkembangan moral dalam buku W.H Suntrock dengan buku
Elizabeth Hurlock?
C.
TUJUAN
Adapun tujuan dalam makalah ini adalah penulis ingin
menjelaskan:
1. Perkembangan
moral dalam buku W.H. Suntrock?
2. Perkembangan
moral dalam buku Elizabeth Hurlock?
3. Perbedaan
dan persamaan perkembangan moral dalam buku W.H. Suntrock dengan buku Elizabeth
Hurlock?
4. Kelebihan
dan kekurangan perkembangan moral dalam buku W.H Suntrock dengan buku Elizabeth
Hurlock?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Moral Menurut W. H.
Suntrock
Pada Masa Awal
Anak-Anak
Perkembangan
moral (moral development) berkaitan dengan atuan dan konvensi tentang apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Bentuk
perkembangan moral: pemikiran, tindakan dan perasaan. Mengevaluasi sisi positif
dari perkembangan moral anak-anak: altruisme.
1. Pandangan
Piaget Tentang Bagaimana Penalaran
Moral Anak-Anak Berkembang
Piaget menyimpulkan bahwa anak-anak berfikir dengan
dua cara yang jelas-jelas berbeda tentang moralitas, bergantung pada kedewasaan
perkembangan mereka.
a. Heteronomous moralitas
adalah tahap pertama perkembangan moral menurut piaget, yang terjadi kira-kira
pada usia 4 hingga 7 tahun. Keadilan dan aturan-aturan di bayangkan sebagai
sifat-sifat dunia yang tidak boleh berupa yang lepas dari kendali manusia.
b. Autonomous morality
ialah tahap kedua perkembangan moral menurut teori Piaget, yang di perlihatkan
oleh anak-anak yang tua (kira-kira usia 10 tahun dan lebih). Anak menjadi sadar
bahwa aturan-aturan dan hukum diciptakan untuk manusia dan dalam menilai suatu
tindakan seseorang harus mempertimbangkan maksud-masksud pelaku dan juga
akibat-akibatnya.
2. Pemikiran
Tinjauan lebih lanjut kedua tahap perkembangan
moral Piaget:
a. Heteronomous
1) Menilai
kebenaran atau kebaikan perilaku dengan mempertimbangkan akibat-akibat dari
perilaku itu bukan maksud-maksud dari perilaku.
2) Aturan
tidak boleh di ubah dan di gugurkan oleh semua otoritas yang berkuasa.
3) Berkeyakinan
akan keadilan yang immanen (immanent justice) yakni konsep bahwa bila suatu
aturan dilanggar, hukuman akan dikenakan segera.
b. Autonomous
1) Kebalikan
maksud perilaku dianggap sebagai yang terpenting.
2) Menerima
perubahan dan mengakui bahwa aturan-aturan hanyalah masalah kenyamanan,
perjanjian-perjanjian yang sudah disetujui secara sosial, tunduk pada perubahan
menurut kesepakatan.
3) Hukuman
ditengahi secara sosial dan hanya terjadi bila seseorang yang relevan
menyaksikan kesalahan dan bahwa hukuman juga tidak terelakkan.
Piaget berpendapat bahwa, seraya
berkembang anak-anak juga lebih canggih dalam berfikir tentang
persoalan-persoalan sosial, khususnya tentang kemungkinan-kemungkinan dan
kondisi-kodisi kerjasama. Melalui relasi-relasi teman sebaya yang saling member
dan menerima, dimana semua anggota memiliki kekuasaan dan status yang sama,
rencana-rencana dirundingkan dan dikoordinasikan dan ketidaksetujuan diungkapkan
dan pada akhirnya disepakati.
3. Perilaku
Moral
Perilaku moral dipengaruhi
oleh teori belajar sosial. Proses-proses penguatan, penghukuman dan penipuan
digunakan untuk menjelaskan perilaku moral anak-anak. Perilaku moral
dipengaruhi secara ekstensif oleh situasi. Apa yang dilakukan oleh anak-anak
dalam satu situasi seringkali hanya kurang terkait dengan apa yang mereka
lakukan pada situasi-situasi lain. Anak-anak harus mengatasi dorongan/godaan
atas sesuatu yang mereka inginkan tetapi dilarang. Untuk mencapai kendali diri
ini, mereka harus belajar sabar dan menunda kenikmatan.
Dewasa ini
teorisi belajar sosial yakin bahwa faktor-faktor kognitif penting dalam
perkembangan kendali diri anak.
4. Perasaan
Moral
Dalam teori psikoanalitis, Superego
ialah cabang moral kepribadian superego berkembang setelah anak mengatasi
konflik Oedipus dan mengidentifikasi diri dengan orangtua yang sama jenis
kelaminnya pada masa awal anak-anak melalui identifikasi, anak-anak menginternalisasikan
standard masyarakat untuk menghindari masa bersalah.
Emosi-emosi positif seperti empati
penting dalam memahami perkembangan moral anak-anak.
Empati adalah bereaksi terhadap
perasaan orang lain dengan respons emosional yang sama dengan perasaan orang
lain itu. Empati sering kali mengandung unsure kognitif-penentuan perspektif.
Perasaan positif seperti empati, simpati, kekaguman dan harga diri, dan
perasaan negatif seperti marah, sakit hati, malu, dan rasa bersalah menyumbang
bagi perkembangan moral anak-anak. Pola dialami secara kuat, emosi-emosi ini
mempengaruhi anak-anak untuk bertindak sesuai dengan standard moral.
Emosi-emosi moral tidak beroperasi dalam ruang hampa, emosi-emosi moral terkait
erat dengan aspek-aspek kognitif dan sosial perkembangan moral.
5. Teori
Perkembangan Moral Menurut Lawrence Kohlberg.
Kohlber menekankan bahwa
perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang
secara bertahap. Kohlber percaya terdapat tiga tingkatan perkembangan moral.
Konsep kunci untuk memahami perkembangan moral teori Kohlber ialah
internalisasi yaitu perubahan perkembangan dari perilaku yang dikendalikan
secara eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal.
a. Tingkat
1: Penalaran Prakonvensional
yaitu tingkat ini anak tidak diperlihatkan
internalisasi nilai-nilai moral. Penalaran moral dikendalikan oleh imbalan
(hadiah) dan hukuman eksternal.
1) Tahap
1: Orientasi Hukuman dan Ketaatan
Yaitu penalaran didasarkan atas hukuman. Anak-anak
taat karena orang-orang dewasa menuntut mereka untuk taat.
2) Tahap
2: Individualisme dan Tujuan
Yaitu penalaran moral didasarkan atas imbalan
(hadiah) dan kepentingan sendiri. Anak-anak taat bila mereka ingin taat dan
bila yang paling baik untuk kepentingan terbaik adalah taat. Apa yang benar
adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah.
b. Tingkat
2: Penalaran Konversional
Yaitu seseorang memtaati standar-standar (internal)
tertentu, tetapi mereka tidak mentaati standar-standar orang lain (eksternal),
seperti orang tua atau aturan-aturan masyarakat.
1) Tahap 3: Norma-norma Interpersonal
Yaitu pada tahap ini seseorang menghargai kebenaran,
kepedulian dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan
pertimbangan-pertimbangan moral. Anak-anak sering mengadopsi standar-standar
orang tua, sambil mengharapkan dihargai oleh orang tuanya sebagai seorang
“perempuan yang baik” dan “laki-laki yang baik”.
2) Tahap 4: Moralitas Sistem Sosial
Yaitu pertimbangan-pertimangan didasarkan atas
pemahaman aturan social, hukum-hukum, keadilan dan kewajiban.
c. Tingkat
3: Penalaran Pascakonvensional
yaitu moralitas benar-benar diinternalisasikan dan
tidak didasarkan pada standar-stadar orang lain. Seseorang mengenal
tindakan-tindakan moral alternatife, menjajaki pilihan-pilihan dan kemudian
memutuskan berdasrkan suatu kode moral pribadi.
1) Tahap
5: Hak-Hak Masyarakat VS Hak-Hak Individual
Yaitu seseorang memahami bahwa nilai-nilai dan
aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu
orang ke orang lain. Seseorang menyadari bahwa huku penting bagi masyarakat,
tetapi juga mengetahui bahwa hukum dapat diubah. Seseorang percaya bahwa
beberapa nilai, seperti kebebasan, lebih penting dari daripada hukum.
2) Tahap
6: Prinsip-Prinsip Etis Universal
Yaitu seseorang telah mengembangkan suatu standar
moral yang didasarkan pada hak-hak manusia yang universal. Bila menghadapi
konflik antara hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati
walaupun keputusan itu mungkin melibatkan resiko pribadi.
Kohlber percaya bahwa ketiga
tingkat dan keenam tahap tersebut terjadi dalam suatu urutan berkaitan dengan
usia: sebelum usia 9 tahun kebanyakan anak-anak berpikir dengan cara
prakonversional, pada remaja mereka berpikir dengan cara konversional, pada awal
masa dewasa sejumlah kecil orang berpikir dengan cara pascakonversional.
6. Kritik
Terhadap Kohlber
a. Pemikiran
Moral dan Perilaku Moral
Teori Kohlber dikritik karena memberi terlalu banyak
penekanan pada penalaran moral dan kurang member penekanan perilaku moral.
Penalaran moral kadang-kadang dapat menjadi tempat perlindungan bagi perilaku
immoral. Para penipu, koruptor, dan pencuri mungkin mengetahui apa yang benar
tetapi maih melakuka apa yang salah.
b. Kebudayaan
dan Perkembangan Moral
Kritik terhadap pandangan Kohlber adalah bahwa pandangan
ini secara pandangan bias. Suatu tinjauan penelitian terhadap perkembangan
moral di 27 negara menyimpulkan bahwa penalaran moral lebih bersifat spesifik
kebudayaan daripada yang dibayangkan oleh Kohlber dan bahwa sistem skor Kohlber
tidak memperhitungkan pealaran moral tingkat tinggi pada kelompok kebudayaan
tertentu. Ringkasnya, penalaran moral lebih dibentuk oleh nilai-nilai dan
keyakinan-keyakinan suatu kebudayaan dari pada yang dinyatakan oleh Kohlber.
c. Gender
dan Perspektif Kepedulian
Carol Gilligan percaya bahwa teori perkembangan
moral Kohlber tidak mencerminkan secara memadai relasi dan kepedulian terhadap
manusia lain. Perspektif keadilan ialah suatu perspektif moral yang berfokus
pada hak-hak individu, individu berdiri sendiri dan bebas mengambil keputusan moral
(Teori Kohlber). Perspektif kepedulian ialah suatu perspektif moral yang
memandang manusia dari sudut keterkaitanya dnegan manusia lain dan menekankan
komunikasi interpersonal, relasi dengan manusia lain, dan kepedulian terhadap
orang lain. (Teori Gilligan). Menurut Gilligan, Kohlber kurang memperhatikan
perspektif kepedulian dalam perkembangan moral. Ia percaya bahwa hal ini
mungkin terjadi karena Kohlberg seorang laki-laki, karena kebanyakan
penelitiannya dengan laki-laki dari pada perempuan dank arena ia menggunakan respons
laki-laki sebagai suatu model bagi teorinya.
7. Altruisme
Ialah suatu minat yang tidak
mementingkan diri sendri dalam menolong seseorang. William Damon menggambarkan
suatu urutan perkembangan altruise anak-anak, khususnya dalam berbagi.
a. Selama
3 tahun pertama kehidupan dilakukan atas pertimbangan-pertimbangan yang
bersifat nonempatis, seperti memperoleh kesenangan dari ritual permainan
sosial.
b. Kemudian
sekitar 4 tahun, suatu kombinasi kesadaran emapatis dan dorongan orang dewasa
menghasilkan suatu rasa kewajiban dalam diri anak untuk berbagi dengan orang
lain.
Membimbing altruisme anak-anak yang
oleh banyak orang dewasa mungkin diharapkan menjadi yang paling berpengaruh
dari semuanya. Tetapi sejumlah studi memperlihatkan bahwa otoritas orang dewasa
memiliki pengaruh kecil terhadap tindakan-tindakan anak untuk berbagi. Nasehat
dan dorangan orang tua tentu membantu pengembangan standar-stndar berbagi,
tetapi permintaan dan argument untuk saling memberi dikalangan teman sebaya
adalah rangsanga berbagi paling dekat.
B.
Perkembangan
Moral Menurut Elizabeth Hurock
1. Arti
perilaku moral
Perilaku moral berarti perilaku
yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. “moral” berasal dari kata latin
mores, yang berarti tata cara kebiasaan, dan adat. Perilaku moral dikendalikan
konsep-konsep moral. Peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi
anggota suatu budaya dan yang menentukan pola perilaku yang diharapkan dari
seluruh anggota kelompok.
Perilaku tak bermoral ialah
perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial. Perilaku demikian tidak
disebabkan ketidakacuhan akan harapan sosial melainkan ketidaksetujuan dengan
standar sosial atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan diri.
Perilaku amoral atau non moral
lebih disebabkan ketidakacuhan terhadap harapan kelompok sosial dari pada
pelanggaran sengaja terhadap standar kelompok. Beberapa diantara perilaku salah
anak kecil lebih bersifat amoral daripada tak bermoral.
Perilaku yang dapat disebut
“moralitas yang sesunggunya” tidak saja sesuai dengan standar sosial melainkan
juga dilaksanakan secara suka rela yang muncul. Ia muncul bersamaan dengan
peralihan kekuasaan eksternal ke internal dan terdiri atas tingkah laku yang
diatur dari dalam, yang disertai perasaan tanggung jawab pribadi untuk tindakan
masing-masing. Perkembangan moral mempunyai aspek kecerdasan dan aspek
impulsif. Anak harus belajar apa saja yang benar dan apa saja yang salah.
Selanjutnya, segera setelah mereka cukup besar, mereka harus diberi penjelasan
mengapa ini benar dan itu salah. Mereka juga harus mempunyai kesempatan untuk
mengambil bagian dalam kegiatan kelompok sehingga mereka dapat belajar mengenai
harapan kelompok.
2. Bagaimana
Moralitas Dipelajari
Pada saat lahir tidak ada anak yang
memiliki hati nurani atau skala nilai. Akibatnya, tiap bayi yang baru lahir
dapat dianggap amoral atau non moral.
Minat psikologi pada perkembangan
awalnya dipusatkan pada disiplin-yaitu jenis disiplin yang terbaik untuk
mendidik anak menjadi individu yang mematuhi hukum dan pengaruh disiplin
tersebut pada penyesuaian pribadi dan sosial.
Teori terbaik dan yang paling
berpengaruh ialah teori Piaget dan teori Kohlberg. Penemuan pasangan Gluecks
yang pertama ialah bahwa kenakalan remaja bukan fenomena baru dari masa remaja
melainkan suatu lanjutan dari pola perilaku asosial yang mulai pada masa
kanak-kanak.Penemuan kedua ialah bahwa terdapat hubungan yang erat antara
kenakalan remaja dan lingkungan, terutama lingkungan rumah.
3. Perilaku
Moral
Perilaku yang sesuai kode moral
kelompok sosial. Moral berasal dari kata
latin ‘mores’, yang berarti tatacara, kebiasaan, dan adat. Perilaku moral
dikendalikan konsep-konsep moral-peraturan perilaku yang telah menjadi
kebiasaan bagi anggota suatu budaya dan yang menentukan pola perilaku yang
diharapkan dari seluruh anggota kelompok.
4. Perilaku
Tak Bermoral
Perilaku yang tidak sesuai dengan
harapan sosial. Tidak disebabkan ketidakacuhan akan harapan sosial melainkan
ketidaksetujuan dengan standar sosial atau kurang adanya perasaan wajib
menyesuaikan diri.
5. Perilaku
Amoral
Lebih disebabkan ketidakacuhan
terhadap harapan kelompok sosial daripada pelanggaran sengaja terhadap standar
kelompok. Beberapa diantara perilaku salah anak kecil lebih bersifat amoral
daripada tak bermoral.
Moralitas yang sesungguhnya tidak
saja sesuai dengan standar sosial tapi juga dilaksanakan secara sukarela. Ia
muncul bersamaan dengan peralihan kekuasaan eksternal ke internal dan terdiri
atas tingkah laku yang diatur dari dalam, yang disertai perasaan tanggung jawab
pribadi untuk tindakan masing-masing.
6. Perkembangan
moral mempunyai aspek kecerdasan dan aspek impulsif.
Reaksi menyenangkan dengan hal yang benar dan reaksi
yang tidak menyenangkan dengan hal yang salah.
Dalam mempelajari sikap moral, terdapat 4 aspek
pokok utama:
a. Mempelajari
apa yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya sebagaimana dicantukan
dalam hukum, kebiasaan dan peraturan.
Peraturan dan hukum itu berbeda :
1) Peraturan
dibuat oleh orang yang bertanggung jawab mengasuh anak. Hukum dibuat oleh
pembuat hukum yang dipilih oleh suatu negara.
2) Hukum
menentukan hukuman menurut keinginan/tingkah orang yaang mengawasi anak
tersebut.
3) Jika
orang belajar tentang hukum atas pelanggarannya.
4) Beratnya
hukuman atas pelanggaran hukum bervariasi dengan beratnya tindakan yang
dilakukan.
5) Hukum
lebih seragam dan lebih konsisten dibandingkan dengan peraturan.
Peraturan befungsi sebagai pedoman perilaku anak dan
sebagai sumber motivasi untuk bertindak sesuai dengan harapan sosial,
sebagaimana hukum dan kebiasaan menjadi pedoman dan sumber motivasi bagi anak
remaja dan orang dewasa.
b. Mengembangkan
hati nurani
Dengan hati nurani dalam perkembangan moral adalah
sebagai kendali internal bagi perilaku individu.
Sekarang telah diterima secara luas bahwa tidak
seorang anak pun dilahirkan dengan hati nurani dan bahwa setiap anak saja harus
belajar apa yang benar dan yang salah tetapi juga harus menggunakan hati nurani
sebagai pengendali perilaku dan ini sebagi salah satu tugas perkembangan yang
penting dalam masa kanak-kanak.
c. Belajar
mengalami perasaan bersalah dan rasa malu bila perilaku individu tidak sesuai
dengan harapan kelompok.
Rasa bersalah: Sejenis evaluasi diri khusus yang
negatif yang terjadi bila seorang individu mengakui bahwa perilakunya berbeda
dengan nilai moral yang dirasakannya wajib untuk dipenuhi.
Ada empat kondisi yang harus dipenuhi sebelum rasa
bersalah dialami:
1) Anak-anak
harus menerima standar tertentu mengenai hal yang benar dan yang salah atau
“baik” dan “buruk” sebagai standar mereka.
2) Mereka
harus menerima kewajiban mengatur perilaku mereka agar sesuai dengan standar
yang telah merekan terima.
3) Mereka
harus merasa bertanggung jawab atas setiap penyelewengan dari standar tersebut
dan mengaku bahwa mereka, dan bukan orang lain, yang harus disalahkan.
4) Mereka
harus memiliki kemampuan mengkritik diri yang cukup besar untuk menyadari bahwa
suatu ketidaksesuaian antara perilaku mereka dan standar internal perilaku
telah terjadi.
Rasa malu: Reaksi emosional yang
tidak menyenangkan yang timbul pada seseorang akibat adanya penilaian negatif
terhadap dirinya. Penilaian ini yang belum tentu benar-benar ada, mengakibatkan
rasa rendah diri terhadap kelompoknya.
Rasa malu hanya bergantung pada
sanksi eksternal saja, walaupun ia mungkin disertai rasa bersalah. Rasa
bersalah bergantung pada sanksi internal dan eksternal.
Rasa bersalah merupakan salah satu
mekanisme psikologis yang paling penting dalam proses sosialisasi. Ia juga
merupakan unsur penting bagi kelangsungan hidup budaya karena ia merupakan
penjaga yang paling efisien di dalam diri tiap individu, dan menjaga
keselarasan perilaku individu dengan nilai moral masyarakatnya.
d. Mempunyai
kesempatan untuk interaksi sosial untuk belajar apa saja yang diharapkan
anggota kelompok.
Peranan penting interaksi sosial pada perkembangan
moral:
1) Dengan
memberi anak standar perilaku yang disetujui kelompok sosialnya.
2) Dengan
memberi mereka sumber motivasi untuk mengikuti standar tersebut melalui
persetujuan dan ketidaksetujuan sosial.
Anak yang berinteraksi
sosial dengan anak lain yang kode moralnya sesuai dengan kode di rumah, di
sekolah dan masyarakat luas akan meletakkan dasar bagi perilaku moral yang akan
mengarah ke penyesuaian dan begitu juga sebaliknya. Jenis teman bermain jauh lebih
penting dibandingkan dengan jumlahnya.
Perkembangan moral
bergantung dari perkembangan kecerdasan.Pada waktu perkembangan kecerdasan
mencapai tingkat kematangannya, perkembangan moral juga harus mencapai tingkat
kematangannya.Jika tidak, maka individu akan dianggap sebagai orang yang “tidak
matang secara mental”.
7. Tahapan
Piaget dalam perkembangan moral
Terjadi dalam dua tahap:
a. Tahap
realisme moral/moralitas oleh pembatasan
Perilaku anak ditentukan oleh ketaatan otomatis
terhadap peraturan tanpa penalaran/penilaian.Anak menilai tindakan sebagai
“benar” atau “salah” atas dasar konsekuensinya dan bukan berdasarkan motivasi
di belakangnya serta sama sekali mengabaikan tujuan tindakan.
b. Tahap
Moralitas Otonomi/Moralitas Oleh Kerja Sama/Hubungan Timbal Balik
Anak menilai perilaku atas dasar tujuan yang
mendasarinya.Berlangsung dimulai antara usia 7 atau 8 tahun dan berlanjut
hingga usia 12 dan lebih.Anak mulai mempertimbangkan keadaan tertentu yang
berkaitan dengan suatu pelanggaran moral.
8. Tahapan
Kohlberg
Kohlberg telah melanjutkan penelitian Piaget dan
telah menguraikan teori Piaget secara terperinci
a. Tingkat
I: Moralitas Prakonvensional
Anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman, dan
moralitas suatu tindakan dinilai atas dasar akibat fisiknya.
b. Tingkat
II: Moralitas Konvensional
1) Tahap
Pertama: Moralitas anak yang baik anak itu menyesuaikan dengan peraturan untuk
mendapat persetujuan orang lain dan untuk mempertahankan hubungan baik dengan
mereka.
2) Tahap
kedua: Anak yakin bahwa bila kelompok social menerima peraturan yang sesuai
bagi seluruh anggota kelompok, mereka harus berbuat sesuai dengan peraturan itu
agar terhindar dari kecaman dan ketidaksetujuan social.
c. Tingkat
III: Moralitas Pascakonvensional/Moralitas prinsip-prinsip yang diterima
sendiri
1) Tahap
Pertama: Anak yakin bahwa harus ada keluwesan dalam keyakinan-keyakinan moral
yang memungkinkan modifikasi dan perubahan standar moral bila ini terbukti akan
mengumpulkan kelompok sebagai suatu keseluruhan.
2) Tahap
Kedua: Orang menyesuaikan dengan standar social dan cita-cita internal terutama
untuk menghindari rasa tidak puas dengan diri sendiri dan bukan untuk
menghindari kecaman sosial.
9. Fase
perkembangan moral
a. Perkembangan
perilaku moral
1) Coba
Ralat
Dengan mencoba suatu pola perilaku yang memenuhi
standar sosial dan mendapat persetujuan sosial. Jika tidak, mereka akan
menggunakan metode lain secara kebetulan. Menghabiskan waktu dan tenaga dengan
hasil akhir yang tidak memuaskan.
2) Pendidikan
Langsung
Memberi reaksi yang tepat dalam situasi tertentu.
3) Identifikasi
Mengidentifikasi dengan orang yang dikaguminya,
mereka meniru pola perilaku orang tersebut, secara tidak sadar dan tanpa
tekanan.
b. Perkembangan
Konsep Moral
Fase belajar tentang konsep moral, atau
prinsip-prinsip benar dan salah dalam bentuk abstrak dan verebalitas. Harus
menunggu hingga anak telah mempunyai kemampuan mental untuk membuat
generalisasi dan mentransfer prinsip tungkah laku dari satu situasi ke situasi
yang lain.
10. Disiplin
a. Disiplin=Hukum
Disiplin adalah cara masyarakat
mengajar anak perilaku moral yang disetujui kelompok agar anak berperilaku sesuai
dengan standar kelompok sosial, tempat mereka diidentifikasi. Konsep positif
disiplin: Menekankan pertumbuhan di dalam, disiplin diri, dan pengendalian
diri.
Disiplin negative: Memperbesar
ketidakmatangan individu. Disiplin positif: Menumbuhkan kematangan. Fungsi
pokok disiplin: Mengajar anak menerima pengekangan yang diperklukan dan
membantu mengarahkan energi anak kedalam jalur yang berguna dan diterima secara
sosial.
Kondisi yang mempengaruhi kebutuhan anak akan
disiplin:
1) Terdapat
variasi dalam laju perkembangan berbagai anak, tidak semua anak yang usianya
sama mempunyai kebutuhan akan disiplin yang sama.
2) Kebutuhan
akan disiplin bervariasi menurut waktu dalam sehari
3) Kegiatan
yang dilakukan anak.
4) Disiplin
paling besar kemungkinannya dibutuhkan untuk kegiatan sehari-hari yang rutin,
misalnya makan, tidur, atau membuat pekerjaan rumah.
5) Kebutuhan
akan disiplin bervariasi dengan hari dalam seminggu.
6) Disiplin
lebih sering dibutuhkan dalam keluarga besar daripada keluarga kecil.
7) Kebutuhan
akan disiplin bervariasi dengan usia
8) Anak
yang lebih besar kurang membutuhkan disiplin dibandingkan anak kecil.
b. Menanamkan
Disiplin
Di masa lampau hanya terdapat satu cara menanamkan
disiplin yang disetujui,. Sekarang cara itu disebut disiplin otoriter, disiplin
permisif, dan disiplin demokratis.
1)
Cara mendisiplin
otoriter
Peraturan dan peraturan yang keras
untuk memaksakan perilaku yang diinginkan menandai semua jenis disiplin yang
otoriter. Tekniknya mencakup hukuman yang berat bila terjadi kegagalan memenuhi
standar dan sedikit, atau sama sekali tidak adanya persetujuan, pujian atau
tanda-tanda penghargaan lainnya bila anak memenuhi standar yang diharapkan.
Disiplin otoriter selalu berarti
mengendalikan melalui kekuatan ekternal dalam bentuk hukuman. Bahkan setelah
anak bertambah besar, orang yang kaku jarang mengendurkan pengendalian mereka
atau menghilangkan hukuman badan. Tambahan pula, mereka tidak mendorong anak
untuk dengan mandiri mengambil keputusan-keputusan
yang harus dilakukan, dan tidak menjelaskan mengapa hal itu harus dilakukan.
Jadi, anak-anak kehilangn kesempatan untuk belajar bagaimana mengendalikan
perilaku mereka sendiri.
2) Cara
mendisiplin yang permisif
Disiplin permisif sebetulnya berarti sedikit
disiplin atau tidak berdisiplin. Biasanya disiplin permisif tidak membimbing
anak ke pola perilaku yang disetujui secara social dan tidak menggunakan
hukuman.
3) Cara
mendisiplin demokratis
Metode demokratis menggunakan penjelasan,
diskusi dan penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu
diharapkan. Metode ini lebih menekankan aspek edukatif dari disiplin daripada
aspek hukumannya.
Disiplin demokratis menggunakan
hukuman dan penghargaan, dengan penekanan yang lebih besar pada penghargaan.
Hukuman tidak pernah keras dan biasanya tidak berbentuk hukuman badan. Hukuman
dilakukan apabila terdapat bukti bahwa anak dengan sadar menolak melakukan apa
yang diharapkan dari mereka. Bila perilaku anak sesuai dengan apa yang orang
tua harapkan maka anak tersebut akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk
pujian.
Falsafah yang mendasari disiplin
demokratis ini adalah falsafah bahwa disiplin bertujuan mengajar anak
mengembangkan kendali atas perilaku mereka sendiri sehingga mereka akan melakukan
apa yang benar, meskipun tidak ada penjaga yang mengancam mereka dengan hukuman
bila mereka melakukan sesuatu yang tidak dibenarkan.
4) Evaluasi
cara mendisiplin
Walaupun disiplin otoriter dalam
bentuk paling keras lebih merusak anak pada waktu–waktu tertentu selama pola
perkembangan dibandingkan dengan saat yang lain, disiplin ini selalu
meninggalkan bekas pada perilaku anak. Orang tua yang terlalu keras, yang
menggunakan metode yang kasar dan menghukum untuk mencapai tujuan mereka,
mungkin dapat membuat anak mematuhi standar mereka dan menjadi anak yang baik .
Namun, walaupun di permukaan semuanya tampak baik, di bawahnya mungkin
tersimpan rasa permusuhan yang akan meledak keluar pada waktunya. Anak lalu
akan melakukan banyak hal yang dalam suasana lain tidak akan dilakukannya.
Pengaruh yang paling penting dari
disiplin yang terlalu lunak berasal dari reaksi orang luar rumah, disekolah, atau
lingkungan sekitarnya.disiplin demokratis menumbuhkan penyesuayan pribadi dan
sosial yang baik dan menghasilkan kemandirian dalam berperilaku yang sehat
positif dan dan penuh rasa percaya.
5) Evaluasi
disiplin
Disiplin tidak boleh dievaluasi
berdasarkan hasil langsungnya dan juga tidak boleh dievaluasi dengan melihat
perilaku moral anak itu saja. Walupun anak itu dapat dipaksa menurut pola
perilaku yang disetujui orang dewasa dan dijadikan anak yang sempurna.
Havighurst telah memperingatkan
bahwa beberapa fungsi disiplin yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat.
6) Kerteria
disiplin yang bermanfaat
Ada kerteria yang dapat digunakan
untuk mengefaluasi disiplin. Bila evaluasi positif untuk tiap kerteria, hal ini
menunjukan bahwa disiplin yang digunakan telah memenuhi fungsinya dan bahwa
disiplin itu boleh di anggap sehat atau baik.
Kerteria pertama pengaruh pada
perilaku,tidak seorang pun dapat mengharap seorang anak,remaja, ataupun orang
dewasa untuk bersikap dengan cara yg di setujui scr sosial pada segala waktu
dan dalam semua situasi .akan tetapi bila anak’’ menunjukan kemajuan yg
progresif dalam perilaku mereka dengan meningkatnya usia dan bila kesenjangan
antara pengetahuan moral dan moral berlaku dan makin tidak serius dengan
berlalunya waktu .
Krteria kedua, yang harus dilakukan
dalam mengefaluasi disiplin ialah pengaruh pada sikap anak terhadap mereka yang
berwenang dan disiplin yg diterimanya. Anak peka terhadap sikap adil orang tua,
guru dan orang lain yang berwenang. Bila mereka menganggap perlakuan tidak
bersikap musuhan dan merasa diperlakukan dengan sewenang-wenang.
Keluhan mereka penting dibandingkan
dengan cara anak untuk berusaha memenuhi harapan sosial. Reaksi yang merugikan
akibat perasaan diprlakukan dngn tidak adil paling sering terjadi tatkala mereka
di hargai melakukan hal yang boleh dilakukan teman sebaya.
Kerteria ketiga dalam mengefaluasi
pengaruh disiplin dalam kepribadian anak. Bila anak merasa di batasi atau atau
dihukum secara tidak adil dan bila mereka merasa bahwa usaha mereka untuk mentaati
peraturan tidak tidak dihargai karena mereka jarang mendapat pujian atau penghargaan
lain. Anak yakin bahwa mereka korban perlakuan yang tidak adil hal ini sering
berakibat gangguan kepribadian yang serius.
11. Peraturan
Pokok pertama disiplin adalah
peraturan. Peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk tingkah laku. Pola
tersebut ditetapkan oarang tua, guru, atau teman bermain yang bertujuan untuk
membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu.
Dalam hal peraturan sekolah misalnya, peraturan ini mengatakan pada anak apa
yang harus dan apa yang tidak boleh dilakukan sewaktu berada di dalam kelas,
koridor sekolah, ruang makan sekolah, kamar kecil, dll.
Demikian juga, peraturan di rumah
mengajarkan anak apa yang harus dan apa yang boleh dilakukan di rumah atau
dalam hubungan dengan keluarga yaitu tidak boleh mengambil milik saudara, tidak
boleh membantah nasihat orang tua dan tidak boleh lalai melakukan bagian tugas
rumah tangga mereka.
a. Fungsi
Peraturan
Peraturan
mempunyai 2 fungsi yang sangat penting dalam membantu anak menjadi makhluk
bermoral.
1)
Pertama,
peraturan mempunyai nilai pendidikan, sebab peraturan memperkenalkan pada anak
perilaku yang disetujui anggota kelompok tersebut. Misalnya, anak belajar dari
peraturan tentang memberi dan mendapat bantuan dalam tugas sekolahnya, bahwa
menyerahkan tugas yang dibuatnya sendiri merupakan satu-satunya metode yang
dapat diterima di sekolah untuk menilai prestasinya.
2) Kedua,
peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan. Bila merupakan
peraturan keluarga bahwa tidak seoarang pun boleh mengambil mainan atau milik saudaranya
tanpa pengetahuan dan izin si pemilik, anak segera belajar bahwa hal ini
dianggap perilaku yang tidak diterima bila melakukan tindakan terlarang ini.
Agar peraturan dapat memenuhi kedua
fungsi penting di atas, peraturan itu harus dimengerti, diingat dan
diterima oleh si anak.
b. Jumlah
Peraturan
Banyaknya peraturan yang ada
sebagai pedoman perilaku anak akan bervariasi menurut situasi, usia anak, sikap
orang yang mendisiplin, cara teknik menanamkan disiplin dan banyak faktor lain.
Umumnya terdapat lebih banyak paraturan dalam situasi sekolah dibandingkan
dengan di rumah atau tempat bermain. Umumnya lebih banyak peraturan diperlukan
bagi anak kecil daripada bagi anak besar. Menjelang masa remaja, anak dianggap
telah belajar apa yang diharapkan kelompok sosial dari mereka, oleh sebab itu
peraturan sebagai pedoman perilaku tidak lagi diperlukan. Akan tetapi, karena
banyak anak, seperti juga anak remaja dan orang dewasa, kemungkinan lekas
tergelincir ke dalam perilaku yang tidak diinginkan jika tidak ada peraturan,
peraturan tetap berfungsi sebagai alat pengekang perilaku yang tidak
diinginkan, yaitu fungsi pokok kedua dari peraturan.
c. Evaluasi
Peraturan
Peraturan bertindak sebagai dasar
konsep moral dan konsep moral sebaliknya bertindak sebagai dasar kode moral.
Dari peraturan anak belajar apa yang dianggap salah dan benar oleh kelompok
sosial. Pertama pengetahuan ini
berfungsi sebagai dasar konsep moral spesifik yang berkaitan dengan perilaku
tertentu di rumah, sekolah atau kelompok bermain. Seiring dengan peningkatan
kemampuan kecerdasan anak, mereka mulai melihat unsur serupa dalam berbagai
konsep dan konsep ini dihubung-hubungkan dan menjadi konsep moral umum atau
nilai moral. Dari konsep moral umum atau nilai moral anak mengembangkan kode
moral, mencuri dari orang lain dan berbohong merupakan perilaku yang dilarang
oleh kode moral mereka.
12. Hukuman
Pokok kedua disiplin ialah hukuman. Hukuman berasal
dari kata kerja latin, punier dan
berarti menjatuhkan hukuman pada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan
atau pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan.
a. Fungsi
Hukuman
Hukuman mempunyai 3 peran penting
dalam perkembangan si anak. Fungsi pertama
ialah menghalangi. Hukuman menghalangi pengulangan tindakan yang tidak
diinginkan oleh masyarakat. Fungsi kedua
dari hukuman ialah mendidik. Sebelum anak mengerti peraturan, mereka dapat
belajar bahwa tindakan tertentu benar dan yang lain salah dengan mendapat
hukuman karena melakukan tindakan yang salah dan tidak menerima hukuman bila
mereka melakukan tindakkan yang diperbolehkan. Dan fungsi ketiga dari hukuman ialah memberi motivasi untuk menghindari
perilaku yang tidak diterima masyarakat.
b. Jenis
Hukuman
Di masa lampau, hukuman oleh
kebanyakan orang diartikan sebagai hukuman badan, yaitu menimbulkan rasa sakit
dengan menempeleng, memukul, dan memecut. Ini dianggap sebagai satu-satunya
cara yang efektif untuk mencegah
terulangnya perilaku anak yang salah.
Pada era pasca-Perang Dunia II,
bandul lonceng bergerak ke arah sebaliknya, orang tua dan guru di Amerika
Serikat menginjak apa yang acapkali disebut “era permisivitas” atau “spockism,”
suatu era yang mencapai puncaknya pada tahun 50-an dan 60-an . Selama periode
ini, bentuk hukuman yang lain sangat populer di mana-mana. Bentuk-bentuk ini antara
lain mengisolasi anank dari kelompok sosial bila mereka berperilaku buruk,
melarang anak menikmati kesenangan tertentu, misalnya menonton TV yang disukai,
menakuti anak, mempermalukan, mengabaikan, atau mengancam bahwa mereka akan
kehilangan kasih orang tua, membandingkan secara negatif dengan saudara atau
orang lain, mengomel dan berulang-ulang mengungkit-ungkit pelanggaran anak.
Selama tahun 70-an, dengan
meningkatnya kenakalan remaja, hukuman badan disukai lagi, walaupun dalam
bentuk ringan dari sebelumnya.
c. Evaluasi
Hukuman
Dalam mengevaluasi bentuk hukuman,
ada 2 kriteria yang digunakan. Pertama, apakah hukuman tersebut sesuai ditinjau dari
sudut perkembangan? Apakah anak itu mengerti mengapa hukuman itu diberikan?
Ataukah dia mengingat kecerdasannya, belum cukup matang untuk melihat hubungan
antara hukuman dan perilaku salah yang dihukum? Dengan meningkatnya usia,
mereka secara bertahap membuat penilaian yang lebih matang terhadap hukuman
yang mereka terima adalah akibat perbuatan mereka sendiri. Kedua, apakah hukuman itu memenuhi ketiga tujuan disiplin yang
disebut diatas: mendidik, menghalangi, dan memberi motivasi. Bertentangan
dengan pendapat umum, hukuman badan merupakan salah satu bentuk hukuman yang
paling tidak memuaskan karena anak jarang mengaitkan hukuman dengan tindakan
yang menyebabkan dirinya dihukum. Karena pengaruh psikologis hukuman badan yang
potensial membahayakan, kini disadari bahwa pemakaiannya harus dibatasi, dan
sebaiknya tidak lagi digunakan setelah anak mampu mengerti alasan adanya
peraturan-peraturan. Tetapi ada 3 situasi dimana hukuman badan berguna. Pertama, bila tidak ada cara lain untuk
mengkomunikasikan larangan mengenai sesuatu yang mungkin berbahaya bagi diri
anak atau orang lain. Kedua, bila
hukuman dapat diberikan pada saat tindakan terlarang sedang berlangsung
sehingga anak akan menghubungkan keduanya dan mengerti mengapa tindakan itu
dilarang. Ketiga, bila beratnya
hukuman badan disesuiakan dengan beratnya kesalahan.
Bentuk hukuman yang paling efektif
mempunyai hubungan langsung dengan tindakan.
Studi tentang pengaruh hukuman telah menetapkan sejumlah unsur yang
pokok untuk hukuman yang baik, antara lain :
1) Hukuman
harus disesuaikan dengan pelanggaran dan harus mengikuti pelanggaran sedini
mungkin, sehingga anak akan mengasosiasikan keduanya. Bila seorang anak
membuang makanan ke lantai karena sedang marah-marah, anak itu harus langsung
membersihkannya.
2) Hukuman
yang diberikan harus konsisten sehingga anak itu mengetahui bahwa kapan saja
suatu paraturan dilanggar hukuman itu tidak dapat dihindarkan.
3) Apapun
bentuk hukuman yang diberikan sifatnya harus impersonal sehingga anak itu tidak
akan menginterpretasikan sebagai kejahatan si pemberi hukuman.
4) Hukuman
harus konstruktif sehingga memberi motivasi .
5) Suatu
penjelasan mengenai alasan mengapa hukuman diberikan harus menyertai hukuman
agar anak itu akan melihatnya sebagai adil dan benar.
6) Hukuman
harus mengarah ke pembentukan hati nurani untuk menjamin pengendalian perilaku
dari dalam di masa mendatang.
7) Hukuman
tidak boleh membuat anak merasa terhina.
13. Penghargaan
Pokok ketiga dari disiplin ialah penggunaan
penghargaan. Istilah “penghargaan” berabti tiap bentuk penghargaan untuk suatu
hasil yang baik. Penghargaan tidak perlu berbentuk materi, tetapi dapat berupa
kata-kata pujian, senyuman atau tepukan di punggung.
a. Fungsi
Penghargaan
Penghargaan
mempunyai 3 peranan penting dalam mengajar anak berperilaku sesuai dengan cara
yang direstui masyarakat :
1) Penghargaan
mempunyai peranan mendidik
2) Penghargaan
berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang disetujui secara
sosial.
3) Penghargaan
berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial, dan tiadanya
penghargaan melemahkan keinginan untuk mengulang perilaku ini.
Peran penghargaan pertama-tama positif yaitu
memotivasi anak untuk melakukan apa yang dianggap sesuai. Sedangkan peran
hukuman pertama-tama negatif yaitu menghalangi anak melakukan perbuatan yang
tidak disetujui secara sosial.
b. Jenis
Penghargaan
Apapun
bentuk penghargaan yang digunakan, penghargaan itu harus sesuai dengan
perkembangan anak. Bila tidak, ia akan kehilangan efektivitasnya. Sebagai
contoh, penggunaan komunikasi nonverbal untuk bentuk penghargaan terhadap anak
kecil, dan sebaliknya penggunaan kata-kata pujian untuk bentuk penghargaan terhadap
anak yng lebih besar karena bentuk komunikasi nonverbal kurang efektif.
Mungkin penghargaan yang paling
sederhana adalah :
1) Penerimaan
sosial,
2) Hadiah,
diberikan untuk perilaku yang baik,
3) Perlakuan
yang istimewa.
Bagi anak yang lebih kecil,
penghargaan yang lebih nyata, dalam bentuk hadiah, biasanya lebih baik,
dimengerti dibandingkan perilaku istimewa.
c. Evaluasi
Penghargaan
Dengan meningkatnya usia,
penghargaan bertindak sebagai sumber motivasi yang kuat bagi anak untuk
melanjutkan usahanya untuk berperilaku sesuai dengan harapan. Bila usahanya
tidak diperhatikan atau tidak dihargai, mereka mempunyai sedikit motivasi dan
motivasi yang masih dimilikinya seringkali berkurang akibat kritik dan omelan
tentang kesalahan mereka.
Sepanjang masa kanak-kanak, penghargaan
mempunyai nilai edukatif yang penting. Imbalan mengatakan pada mereka bahwa
perilaku mereka sesuai dengan harapan sosial dan memotivasi mereka untuk
mengulangi perilaku yang disetujui secara sosial. Jadi penghargaan merupakan
agen pendorong untuk perilaku yang baik.
14. Konsistensi
Pokok ke-4 disiplin ialah
konsistensi. Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas., artinya
ialah suatu kecenderungan menuju kesamaan. Konsistensi memungkinkan orang
menghadapi kebutuhan perkembangan yang berubah sambil pada waktu yang
bersamaan, cukup mempertahankan ragaman sehingga anak-anak tidak akan bingung
mengenai apa yang diharapakan dari mereka.
Konsistensi harus menjadi ciri dari
semua aspek disiplin. Harus ada konsistensi dalam peraturan yang digunakan
sebagai pedoman perilaku, konsistensi dalm cara peraturan ini diajarkan dan
dipaksakan, dalam hukuman yang diberikan pada mereka yang tidak menyesuaikan
pada standar, dan dalam penghargaan bagi mereka yang menyesuaikan.
a. Fungsi
Konsisten
Konsistensi dalam disiplin mempunyai 3 peran yang
penting, yaitu :
1) Konsistensi
mempunyai nilai mendidik yang besar,
2) Konsistensi
mempunyai nilai motivasi yang kuat,
3) Konsistensi
mempertinggi penghargaan terhadap peraturan dan orang yang berkuasa.
b. Evaluasi
Konsistensi
Peranan
konsistensi yang penting dalam disiplin telah ditegaskan dalam studi-studi
mengenai pengaruh kurangnya konsistensi. Hal ini akan dibahas secara terinci
dalam pasal bab ini yang membicarakan bahaya-bahaya dalam perkembangan moral.
Tetapi dari segi positif, konsistensi mempunyai beberapa nilai penting. Ia
memacu proses belajar dan dengan itu membantu anak belajar peraturan dan
menggabungkan peraturan dan menggabungkan peraturan tersebut kedalam suatu kode
moral. Hasilnya, anak-anak yang terus diberi pendidikan moral yang konsisten
cenderung secara keseluruhan menjadi lebih matang secara moral dibandingkan
teman sebaya mereka yang mendapat pendidikan moral yang tidak konsisten.
Anak yang mendapat disiplin yang
konsisten mempunyai motivasi yang lebih kuat untuk berperilaku menurut standar
yang disetujui secara social daripada mereka yang didisiplin dengan tidak
konsisten. Untuk menekankan betapa pentingnya konsistensi untuk perkembangan
moral anak, spock telah menerangkan peran orang tua dalam memberikan disiplin
yang konsisten bagi anak-anaknya. Ia mengatakan: “agar sitem berjalan baik,
orang tua harus mempunyai suatu cita-cita tertentu. Mereka harus mengetahui apa
yang diharapkan mereka dari anak mereka dan mengkomunikasikannya pada mereka
secara jelas.”
15. Bahaya
Dalam Perkembangan Moral
Setiap tahun, laporan dari
departemn kehakiman menunjukan bahwa
jumlah kenakalan remaja dan kriminalitas dewasa terus meningkat, informasi ini
menunjukan bahwa terdapat suatu hal yang sangat memperhatikan dalam
perkembangan moral anak dan keluarga .
Pnyebab kenakalan keluarga dan
kriminalitas remaja dapat didiagnosis, setiap gejala untuk melakukan usaha ini
akan gagal oleh karena itu berbagai usaha di lakukan para kriminolog, sosiologi,
psikolog, dan lainya untuk melawan gejala ini.
Sejumlah perkiraan tentang
penyebaran telah di kemukaakan dengan harapan memastikan siapa yg harus
dipersalahkan.orang lain menyalahkan
tentang kurangnya pendidikan keagamaan di rumah dan di sekolah dan berkurangnya orang yang pergi ke gereja. Orang
lain lagi mnyalahkan keretakan didalam
keluarga dan meningkatnya penceraian, ibu yang bekerja dan keluarga dngan orang
tua tunggal.
Mungkin perkiran yang pasti dpat
diterima mengenai pnyebab kemrosotan moral seperti terbukti oleh peningkatan
brbagai bntuk kenakalan dan kriminalitas, telah diputuskan pada sikap permisif
atau disebut dengan spockisme. Dalam halaman berikutnya suatu usaha akan
dilakukan untuk membahas bahaya umum dan perkembangan moral anak zaman
sekarang, dengan harapan member titik terang dalam masalah sosial yang penting
ini, akan jelas bahwa penyebabnya dan jika akan dilakukan pembaikan maka usaha
mereka harus diputuskan kepada perbaikan metode menanamkan disiplin .
16. Keyakinan
Bahwa Disiplin Itu Keyakinan Dan Sinonim
Banyak orang dewasa yakin bahwa
disiplin hukuman sinonom ,akibatnya mereka yakin bahwa seorang pendisiplin yang
baik ialah orang yang menggunakan hukum untuk menghalangi perilaku yang salah
atau untuk mngajar anak tentang apa yang diterima dan yang tidak diterima oleh
kelompok sosialnya.
Terdapat dua kekeliruan dalam
keyakinan tersebut, pertama studi mengenai pengaruh hukuman badan seperti
dikemukakan terlebih dahulu bahwa ahli mendukung perkembangan perilaku yang
disetujui. Hukum badan merangsang perkembangan sikap yang merugikan pada anak
sehingga tidak terjadi perbaikan dalam perilaku moral, melainkan peninggkatan
immoralitas.
Kekeliruan kedua, ialah keyakinan
bahwa hukum dapat memenuhi semua fungsi disiplin. Bila anak tidak menggetahui
yang benar dan yang salah, bila usaha mereka tidak memenuhi harapan sosial
tidak dihargai dan bila mereka menggembangkan sikap yang negatif terhadap yang
berwenang karena mereka menggangap
mereka sebagai orang yang suka menghukum, maka mereka akan mempunyai
sedikit keinginan untuk brusaha berperilaku sesuai dengan harapan.
17. Kesulitan
dalam belajar konsep moral
Belajar meresapi nilai moral kelompok sosial
membutuhkan waktu, seperti halnya belajar konsep moral tertentu.konsep belajar ini dipersulit
oleh sejumlah faktor.
Sewaktu mempeljari nilai moral,anak itu mungkin
merasa bingung tentang apa yang diharapkan kelompok sosial.
18. Ketidak
konsistenan dalam disiplin
Hanya jika disiplin itu
konsisten,anak akan mengetahui apa yang harus dilakukan dan siapa yang harus
dipatuhinya. Terdapat banyak ketidak konsistenan dalam mendisiplinkan anak. Pada
orang tua dan guru mungkin tidak mengetahui benar apa yang mereka inginkan dari
anak itu atau tidak tau betul apa yang harus mereka lakukan agar anak
berperilaku yang mereka harapkan. Sikap mereka berfariasi antara kelunakan yang
sudah hampir sama dengan membuang semua pengendalian dengan hingga standar yang
begitu keras hingga anak hamper tidak bisa bergerak lagi. Fluktuasi dalam hubungan
orang tua dan anak yang disebabkan perubahan dalam sikap anak terhadap orang
tua dan sikap orang tua trhadap anak merupakan penyebab umum ketidak
konsistenan disiplin .
Mungkin akibat ketidakkonsistenan yang
paling umum adalah perbedaan pendapat antara orang tua dan disiplin. Keras atau
lemahnya disiplin itu sendiri tidaklah demikian membahayakan anak seperti hanya ketidakkonsistenan. Bila kritik tidak
dilakukan dihadapan anak, hal itu akan membahayakan secara tidak langsung
dengan membuat orang tua yang dikritik merasa tidak aman secara pendisiplin
19. Suapan
Suapan sebagai mana di terangkan
terlebih dahulu merupakan sesuatu yang digunakn untuk membujuk atau
mempengaruhi suatu tindakan dan penghargaan merupakan sesuatu yang diberikan sebagai
balasan untuk suatu tindakan .dalam suapan, anak dijadikan suatu benda material
atau suatu hak istimewa bila mereka mau berperilaku seseuai dengan orang tua
guru atau orang dewasa lainnya.anak
belajar mengharapkan penghargaan bila mana saja mereka berperilaku sesuai
dengan harapan masyarakat. Kemudian bila penghargaannya tidak kunjung datang
motifasi mereka untuk bersikap dengan cara di setujui dimasa mendatang akan
melemah .
20. Kesenjangan
antara konsep moral dan berperilaku
moral
Di antara orang dewasa dan anak”
terdapat banyak kesenjangan antara kode moral seseorang dan perilaku moral.
Tetapi kebanyakan orang konsisten dalam menghubungkan keyakinan moral dan
perilaku.menjadi semam moral dan kehormatan bagi mreka untuk memenuhi standar
bila mereka tidak berbuat demikian mereka bersalah, dan bila tertangkap basah
ia merasa malu. Studi mengenai kesenjangan antara pengetahuan mora dan perilaku
moral dimasa kanak-kanak telah menggungkapkan tiga kesenjangan ini antara
pengetahuan moral dan perilaku moral yang membahayakan penyesuaian perilaku yang
baik.
BAB III
PENUTUP
A.
Keimpulan
1. Persamaan
Dan Perbedaan Buku W.H Suntrock Dan Buku Elizabeth
a. Persamaan
Pokok pembahasan diambil dari sumber yang sama yaitu Piaget dan Kohlberg.
2. Perbedaan
BUKU
W.H SUNTROCK
|
ELIZABETH
HURLOCK
|
1.
Langsung membahas arti dari perkembangan
moral.
|
Membahas
tentang pengertian moral terlebih dahulu, beserta pengertian lain yang
terkait.
|
2.
Dalam Teori Piaget, menggunakan
istilah yang berbeda yaitu:
Pandangan Piaget tentang Bagaimaana
Penalaran Moral Anak-anak Berkembang
Menggunakan istilah Heteronomous
morality dan Autonomous morality
|
Tahapan
Piaget Dalam Perkembangan moral
Menggunakan
istilah dalam bahasa Indonesia yaitu Tahap realism moral atau moralitas oleh
pembatasan dan tahap moralitas otonomi atau moralitas oleh kerjasama atau hubungan
timbal balik
|
3.
Terdapat 3 bentuk perkembangan moral
yaitu pemikiran, tindakan, dan perasaan
|
Terdapat
2 fase perkembangan moral yaitu perkembangan perilaku moral dan perkembangan
konsep moral
|
4.
Kesimpulan berada di akhir setiap bab
|
Kesimpulan
berada di akhir
|
|
Dalam buku Suntrock langsung
membahas pokok pembahasan yaitu arti dari perkembangan moral tanpa ada
penjelasan pendukung.Perkembangan moral (moral development) sendiri berkaitan
dengan atuan dan konvensi tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia
dalam interaksinya dengan orang lain.Sedangkan di buku Elizabeth memberi
penjelasan pendukung terlebih dahulu sebelum dan sesudah menjelaskan pokok
pembahasannya.Sebelum dijelaskan arti perkembangan moral, dijelaskan dahulu
arti dari moral dan sesudah
menjelaskan arti perkembangan moral, dijelaskan juga
penjelasan pendukung, seperti: bagaimana moralitas dipelajari, peran hukum, kebiasaan,
dan peraturan dalam perkembangan moral, peran hati nurani dalam perkembangan
mora; peran rasa bersalah dan rasa malu dalam perkembangan moral; dsb.
Dalam teori Piaget, menggunakan
istilah yang berbeda yaitu: Pandangan Piaget tentang bagaimana penalaran moral
anak-anak berkembang menggunakan istilah Heteronomous moralilty dan Autonomous
morality atau dalam artian menggunakan bahasa asing.Sedangkan di Buku Elizabeth
Tahapan Piaget dalam perkembangan moral menggunakan istilah dalam
bahasanindonesia, yaitutahapp realism moral atau moralitas oleh pembatasan dan
tahap moralitas otonomi atau moralitas oleh kerjasama atau hubungan timbale
balik.
Di buku Suntrock Terdapat bentuk
perkembangan moral yaitu Pemikiran, tindakan, dan perasaan.Sedangkan di buku
Elizabeth terdapat 2 fase perkembangan moral yaitu perkembangan perilaku moral
dan perkembangan konsep moral.
Yang terakhir, Kesimpulan
pembahasan di buku Suntrock terdapat di akhir setiap bab beserta kata-kata
kunci bahasa asing yang tadinya terdapat di penjelasan. Kata–kata kunci
tersebut berisi kata asing beserta artinya.Sedangkan di dalam buku Elizabeth
kesimpulan terdapat di akhir materi pembahasan tanpa disertai kata-kata kunci.
1. Kelemahan
Dan Kelebihan Buku W.H Suntrock Dan Elizabeth Hurlock
a. W.H
SUNTROCK
KELEBIHAN
|
KELEMAHAN
|
Membedakan
antara fase perkembangan sosioemosional
pada masa awal, pertengahan, dan masa akhir anak-anak.
|
Kurangnya
penjelasan pendukung
|
Langsung
pada inti pembahasan (Perkembangan moral) dan dijelaskan secara ringkas.
|
|
Pada
teori Kohlberg, disertai dengan kritikan terhadap penelitiannya.
|
|
Dijelaskan
secara lengkap cara Kohlberg dalam melakukan penelitian
|
|
Di
sela-sela penjelasan disertai dengan pemikiran kritis dari para ahli
|
|
Terdapat
evaluasi sisi positif dari perkembangan moral anak-anak yaitu altruisme
|
1) Kelebihan
Di buku Elizabeth ini
dijelaskan perbedaan antara fase perkembangan sosioemosional pada masa awal,
pertengahan, dan masa akhir anak-anak.Langsung dijelaskan arti dari
perkembangan moral secara ringkas tanpa ada penjelasan pendukung seperti arti
dari moral.Pada teori Kohlberg disertai dengan kritikan terhadap penelitian
Kohlberg tersebut, dan dijelaskan secara lengkap cara Kohlberg dalam melakukan
penelitian.Di sela-sela penjelasan disertai dengan pemikiran kritis dari para
ahli, baik menggunakan bahasa Indonesia maupun dengan bahasa inggris serta terdapat evaluasi sisi positif dari
perkembangan moral anak-anak yaitu altruism.
2) Kelemahan
Kurangnya penjelasann pendukung pokok
pembahasan.Penjelasan dalam buku ini langsung dalam inti pembahasan yaitu arti
perkembangan moral beserta pejelasan lain seperlunya secara ringkas.
b. ELIZABETH
HURLOCK
KELEBIHIAN
|
KELEMAHAN
|
Adanya
penjelasan pendukung yang membantu pokok pembahasan
|
Pembahasan
kedua teori (Piaget & Kohlberg) hanya dijelaskan dalam satu bab secara
ringkas tanpa penjelasan yang kurang terperinci serta kurang lengkap.
|
Dilengkapi
dengan diagram yang membantu memahami suatu penelitian, maupun penjelasan
yang tertulis (teori).
|
Tidak
dilengkapi dengan kritik untuk teori Kohlberg dan tidak dilengkapi dengan
cara Kohlberg dalam melakukan penelitiannya.
|
1) Kelebihan
Adanya penjelasan pendukung yang
membantu yaitu memberi penjelasan pendukung terlebih dahulu sebelum dan sesudah
menjelaskan pokok pembahasannya.Sebelum dijelaskan arti perkembangan moral,
dijelaskan dahulu arti dari moral dan sesudah menjelaskan arti perkembangan
moral, dijelaskan juga penjelasan pendukung, seperti: bagaimana moralitas
dipelajari; peran hukum,kebiasaan, dan peraturan dalam perkembangan moral;
peran hati nurani dalam perkembangan mora; peran rasa bersalah dan rasa malu
dalam perkembangan moral; dsb.Dalam buku ini juga dilengkapi dengan diagram
yang membantu memahami suatu penelitian, maupun penjelasan yang tertulis
(teori).
2) Kelemahan
Dalam teori Kohlberg, hanya
dijelaskan dalam satu bab secara ringkas tanpa penjelasan yang kurang
terperinci serta kurang lengkap.Kelemahan lain yang terdapat dalam buku ini
dalaha tidak dilengkapi dengan kritik untuk teori Kohlberg dan tidak dilengkapi
dengan cara Kohlberg dalam melakukan
penelitiannya.
0 komentar:
Posting Komentar