"Kelebihan dan Kelemahan SBY"
Bidang Ketahanan dan Keamanan
Ukuran
keberhasilan atau kegagalan menjadi sangat penting dalam mengevaluasi Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Disatu pihak, kedudukan
Presiden SBY, memiliki legitimasi dan kredibilitas yang cukup tinggi. Dipihak
lain, Presiden SBY telah berupaya merealisasikan sebagian janji-janji dalam
berbagai program pembangunan nasional.
KEBERHASILAN
1. Dalam ketahanan dan keamanan, keberanian menyeret
sebagian koruptor-koruptor, baik pejabat pemerintah di daerah maupun di pusat
terhadap lembaga legislatif dan eksekutif telah dilakukan. Perang melawan
korupsi dalam kabinet SBY terlihat jelas dan menggembirakan. Instrumen hukum UU
No.31/1999 tentang Korupsi, UU No.36/2003 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
dan Instrumen presiden 2005, tentang Tim Pemberantas Korupsi (Timtas-TIPIKOR)
yang memiliki kewenangan luar biasa. Sebagai satu contoh, Gubernur Aceh,
Abdullah Puteh dihukum 10 tahun adalah bukti komitmen tersebut.
2. Kesungguhan
penegakan keamanan dan ketahanan itu, juga bisa terlihat atas keberhasilan
penandatanganan MoU antara pemerintah RI dengan GAM, 15 Agustus 2005 di
Helsinki. Meskipun MoU tidak sederajat dengan Perjanjian Internasional, praktek
di lapangan telah memperlihatkan kedua pihak mematuhinya. Pemusnahan senjata
oleh GAM dengan pengawasan Aceh Mission Monitoring
(AMM) terus dilaksanakan. Pemberlakuan amnesti terhadap tahanan praktek juga
telah dilakukan. Ribuan TNI non-organik sebagian telah dikembalikan dari Aceh
ke daerah masing-masing. Akibat penandatanganan MoU situasi keamanan, kedamaian
dan masyarakat Aceh telah pulih. Keberhasilan ini mustahil dapat dicapai
sekiranya kedua belah pihak tidak memiliki komitmen. Telah lama TNI bercokol di
Aceh dan jelas-jelas kebijakan tersebut kontra produktif terhadap nilai-nilai
demokrasi dan HAM secara internasional dan nasional.
3.
Masalah
politik dan keamanan cukup stabil dan tampak konsolidasi demokrasi dan
keberhasilan pilkada Aceh menjadi catatan prestasi. Namun, potensi demokrasi
ini belum menghasilkan sistem yang pro-rakyat dan mampu memajukan kesejahteraan
bangsa Indonesia.Tetapi malah mengubah arah demokrasi bukan untuk rakyat
melainkan untuk kekuatan kelompok.
KEGAGALAN
1. Pada
masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2009,
pemerintah dan DPR tidak berhasil menetapkan satu pun undang-undang bidang
pertahanan nasional.
2. Pertahanan dan keamanan yang
terasa masih menjadi nilai raport merah SBY adalah rendahnya komitmen mereka
terhadap penciptaan sistem keamanan masyarakat. Tragedi Bom Bali II 1 Oktober
(jatuh pada hari Kesaktian Pancasila) yang diklaim oleh Wapres Yusuf Kalla
sebagai kecolongan tidak terbantahkan. Sebelumnya juga teror bom di Tentena
Poso di wilayah tentara Sulawesi Tengah bukti kegagalan tersebut. Sementara Dr.
Azhari dan Nurdin Top juga tidak akan tertangkap jika cara kerja aparat penegak
hukum tidak professional.
Kita
percaya, sistem hukum terpadu tentang pencegahan dan penanggulangan terorisme
diperlukan, tetapi kejahatan teorisme juga belum tentu akan berkurang.
Sejatinya UU NO.15/2003, tentang Tindak Pidana Terorisme sesungguhnya tidak
memadai. Untuk itu Presiden SBY perlu mengusulkan UU Keamanan dan Intelejen
Nasional cukup proporsional dan tepat momennya. Tiadanya institusi yang
kredibel dalam mengkoordinasikan berbagai aparat pemerintah dan penegak hukum
dalam menanggulangi terorisme menyisakan soal ancaman keamanan sebagai masalah
utama. Namun, tidak salah jika kita menengok Amerika, Malaysia dan Singapore. Terlindunginya masyarakat dari rasa aman,
tentram merupakan segi-segi positif dari adanya instrumen hukum tersebut.
Kinerja aparat keamanan khusunya dalam pencegahan terorisme perlu ditingkatkan
melalui para TNI-POLRI dan Intelejen tanpa harus menaksirkan KOTER. Validitas
Keppres tentang kebijakan menaikkan BBM 100% oleh pemerintah secara sepihak
hanya logis dalam tatanan kepentingan ekonomi nasional. Namun, kenaikan BBM
yang dibarengi oleh kenaikan harga-harga bahan pokok itu artinya justru
menyengsarakan masyarakat. Sampai saat ini, pemerintah belum mampu
memperlihatkan upaya untuk meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat melalui
jumlah pengangguran.
3. Kegagalan
pemerintah SBY dalam menciptakan rasa aman dan tentram masyarakat tak
terhindarkan melalui pembagian kompensasi BBM sebesar Rp 300.000 KK per bulan
terhadap masyarakat miskin. Kenaikan itu menjadi tidak berarti, mengingat harga
bahan pokok menjadi naik pula. Lagi pula, kenaikan harga BBM sungguh telah
memicu kegelisahan masyarakat. Memang niat memberikan kompensasi BBM terhadap
orang-orang miskin tidak diragukan nilai baik dan manfaatnya. Akan tetapi,
upaya untuk mensejahterakan masyarakat sesuai pasal 33 dan 34 UUD 1945 menjadi
tidak kena sasaran bilaman tidak dipersiapkan secara matang.
Bukti
lemahnya persiapan itu tidak sekedar ditentukan oleh rumusan kemiskinan dan
data-data yang akurat di lapangan. Tapi juga dampak-dampak negatif dari
pemberian uang tunai tidak menjamin sama sekali. Bencana sosial ini tampak
dalam penderitaan dan kesengsaraan masyarakat miskin. Sampai saat ni tidak
kurang dari empat orang tewas dalam prosespengambilan kompensasi BBM. Beberapa
kepala desa dan kepala RT yang juga tewas ditusuk dan juga bunuh diri. Jika
disana puluhan penegak hukum dalam konteks pemberantasan korupasi, terorisme
dan mensejahterakan masyarakat. Dengan kata lain, nilai raport merah SBY-YK
tidak akan berubah jika dikemudian hari tidak mengalami perubahan.
4. Reformasi
Sektor Pertahanan dan Keamanan selama kurang lebih tujuh tahun di Indonesia
meski mengalami kemajuan yang relative baik, tapi masih membutuhkan kerja-kerja
politik yang serius bagi proses SSR yang lebih baik. Masalah oportunisme elit
sipil dan penolakan dari internal masing-masing lembaga sektor keamanan dan
pertahanan tersebut masih mendominasi permasalahan bagi penguatan negara
demnokratis, dan profesionalisme lembaga-lembaga tersebut. Setidaknya bila kita
mengacu pada tiga kerangka peran, yakni: sektor pertahanan dan keamanan, sektor
sosial-politik, dan sektor ekonomi, dapat dilihat bagaimana perjalanan SSR di
Indonesia berjalan tertatih-tatih. Dari ketiga kerangka peran tersebut,
lembaga-lembaga sektor pertahanan dan keamanan masih masih dilingkupi oleh
ketiga kerangka peran tersebut. Artinya masih belum profesional dalam
merumuskan peran masing-masing, meski sudah merevisi doktrin. Masih ada yang
harus dipertegas pada peran dan fungsi dari masing-masing lembaga. Salah satunya
misalnya penempatan TNI dan Polri yang belum pas dalam struktur pemerintahan.
Apakah di bawah atau di dalam Departemen Pertahanan untuk TNI, atau apakah di
bawah Presiden, masuk ke salah satu departemen, atau bahkan menjadi departemen
tersendiri.
5. Ketidak
tegasan dan konsistenan inilah yang menyebabkan banyak sekali cela bagi TNI,
Polri, maupun lembaga intelejen melalui perundang-undangan yang dihasilkan
untuk melakukan kerja atau fungsi-fungsi di luar kewajibannya.
Hal
lain yang juga menjadi perhatian adalah buruknya konsepsi strategis pertahanan
dan keamanan, sehingga dalam konsepsi operasional pun juga mengalami kendala
yang relatif serius. Apalagi reformasi kultural di ketiga lembaga tersebut
belum berubah. Masih menggunakan mindset lama, sehingga menghambat langkah dan
jalan bagi suksesnya reformasi sektor pertahanan dan keamanan di Indonesia.
6.
Penegakan hukum berjalan di tempat.
Kasus-kasus besar selalu diakhiri dengan drama transaksional. Bahkan tebang
pilih menjadi gaya penegakan hukum pemerintah di bawah komando SBY. Kegagalan
itu diwakili Kementerian Hukum dan HAM dalam pembebasan 29 napi koruptor atas
nama remisi (HUT RI dan Lebaran).
7. Sektor
kelautan juga dinilai masih banyak terjadi pencurian-pencurian sumber daya alam
Indonesia seperti ilegal fishing.
8. Rasa
aman dan damai makin jauh di tengah tingginya pelanggaran HAM, kekerasan,
perusakan lingkungan hidup, serta hukum yang tidak berdaulat.
9. Pemerintahan
SBY-Boediono gagal melakukan agenda reformasi peradilan militer melalui Revisi
Undang-undang No. 31 Tahun 1997. Pemerintahan SBY tidak memiliki niatan dan
upaya sungguh-sungguh untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas di sector
keamanan.
10. SBY
dianggap lamban menyikapi kisruh KPK vs Polri. SBY baru mau turun setelah
rakyat mendesak. Selain itu, menurut mereka, kebijakan ekonomi yang
dilegitimasi SBY juga dinilai berpihak pada kepentingan kapital, kebijakan
energi nasional mengesampingkan aspek kemandirian, skandal bailout Bank Century
yang tak kunjung selesai, penegakkan supremasi hukum, serta gagalnya SBY
mewujudkan Indonesia sebagai rumah yang aman bagi masyarakatnya.
11. Pemerintah
SBY juga telah gagal melindungi kekayaan rakyat berupa minyak dan gas bumi,
barang tambang maupun yang lainnya tidak banyak dinikmati oleh rakyat, tapi
oleh segelintir orang, termasuk pihak asing melalui regulasi dan kebijakan yang
tidak pro rakyat. Pemerintah SBY juga gagal memberantas korupsi dan mafia
hukum. Iironinya banyak dilakukan oleh para pejabat yang berlangsung makin
massif dan sistemik. Sekitar 148 kepala daerah sekarang ini jadi tersangka
korupsi, dan diantaranya adalah 17 Gubernur. Kasus korupsi melahirkan korupsi
baru melalui mafia hukum yang bisa mengatur Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman
dan pengacara. Itulah yang membuat banyak kasus korupsi yang tidak terungkap.
Kasus skandal Bank Century atau mafia Perpajakan adalah salah satunya.
0 komentar:
Posting Komentar