MAKALAH
MASALAH BUDAYA MENCONTEK,
Makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa
Indonesia
yang dibina oleh Dr. Sunarti, M.Pd.
Oleh
Septi Martiana
12144600121
A4-12
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas petunjuk, rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah tentang Masalah Budaya Menyontek, Dampak dan Cara Mengatasinya tanpa
ada halangan apapun sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Makalah yang
telah penulis tulis ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas Bahasa Indonesia.
Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak akan tersusun dengan baik tanpa adanya
bantuan dari pihak-pihak yang terkait. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Sunarti, M.Pd.,
selaku pembimbing dalam menyelesaikan makalah ini dan semua pihak yang telah
membantu penulis dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadar bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan,
demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis mohon maaf apabila dalam
makalah ini banyak kesalahan. Semoga bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi
pembaca.
Yogyakarta, Desember 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C.
Tujuan................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Keadaan Pendidikan di Indonesia................................................... 4
B.
Pengertian Menyontek..................................................................... 5
C.
Tinjauan Psikologi Tentang Menyontek........................................... 7
D.
Faktor-Faktor Penyebab
Menyontek................................................ 8
E.
Dampak dari Perbuatan Menyontek................................................. 12
F.
Cara Mengatasi Kebiasaan
Menyontek............................................ 13
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan....................................................................................... 18
B.
Saran................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 22
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C.
Tujuan................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Keadaan Pendidikan di Indonesia................................................... 4
B.
Pengertian Menyontek..................................................................... 5
C.
Tinjauan Psikologi Tentang Menyontek........................................... 7
D.
Faktor-Faktor Penyebab
Menyontek................................................ 8
E.
Dampak dari Perbuatan Menyontek................................................. 12
F.
Cara Mengatasi Kebiasaan
Menyontek............................................ 13
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan....................................................................................... 18
B.
Saran................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Satu perilaku baruk yang kerap
terlihat dikalangan sebagian pelajar atau mahasiswa kita terutama pada setiap
musim ujian atau ulangan adalah kebiasaan menyontek. Kebiasaan buruk yang sudah
menjadi rahasia umum ini seakan menjadi “budaya” dan sesuatu yang sah
dilakukan, ketika dunia pendidikan kita menerapkan sistem Ujian Nasional (UN)
bagi standar atau ukuran kelulusan.
Biasanya remaja bahkan sekarangpun
anak-anak SD (Sekolah Dasar) ikut menyontek sehingga membuat anak-anak tidak
mengetahui apa yang dipelajari dan tidak akan fokus pada pelajaran. Ketika
ujian contek-mencontek tidak penah ditinggalkan. Peserta ujian dalam hal ini
siswa maupun mahasiswa berusaha untuk menyelesaikaan soal atau permasalahan
yang telah disiapkan oleh penguji (guru maupun dosen) agar memperoleh hasil
belajar sesuai dengan apa yang telah diterimanya selama melaksanakan proses
pembelajaran. Bahkan mencontek sering kali diartikan sebagai bentuk
solidaritas. Tapi solidaritas ini sering disalahartikan. Jika solidaritas
diartikan sebagai solidaritas yang positif maka akan berdampak positif juga
karena semakin eratnya rasa persatuan dan baik untuk perkembangan kehidupan
sosial mereka dimasa yang akan datang. Tapi jika solidaritas disalahartikan
dengan memberikan contekan kepada teman tentu saja ini menyimpang dari arti
solidaritas yang sebenarnya. Biasanya mereka beranggapan jika tidak memberikan
contekan maka akan dianggap pelit dan mengakibatkan tidak mempunyai teman. Hal
ini yang menbuat mereka serba salah sehingga mereka tetap mencontek meskipun tahu
bahwa apa yang mereka lakukan adalah hal yang salah.
Menyontek merupakan salah satu
fenomena pendidikan yang sering dan bahkan selalu muncul menyertai aktivitas
proses belajar mengajar sehari-hari, tetapi jarang mendapat pembahasan dalam
wacana pendidikan di Indonesia. Kurangnya pembahasan dalam hal mengenai
menyontek mungkin disebabkan karena kebanyakan pakar menganggap persoalan ini
sebagai sesuatu yang sifatnya sepele, padahal masalah menyontek sesungguhnya
merupakan sesuatu yang sangat mendasar.
Dalam konteks kehidupan bangsa saat
ini, tidak jarang kita mendengar asumsi dari masyarakat yang menyatakan bahwa
koruptor-koruptor besar, mungkin adalah penyontek-penyontek berat ketika mereka
masih berada di bangku sekolah. Mereka yang terbiasa menyontek di sekolah,
memiliki potensi untuk menjadi koruptor, penipu, dan penjahat krah putih dalam
masyarakat nanti.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagamana
keadaan pendidikan di Indonesia?
2. Apakah
pengertian dari menyontek?
3. Bagaimana
tinjauan psikologi tentang menyontek?
4. Apa
faktor yang menyebabkan para pelajar melakukan contek-menyotek?
5. Apakah
dampak dari perbuatan menyontek?
6. Bagaimana
cara mengatasi kebiasaan menyontek dikalangan pelajar?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah untuk memberikan informasi tentang pengertian menyontek dan
faktor penyebab menyontek, untuk mengetahui tinjauan psikologi tentang
menyontek, dan memberikan masukan tentang cara-cara mengatasi perbuatan
menyontek di sekolah sehingga dapat memahami makna dari proses pembelajaran
atau pendidikan. Dengan ditulisnya makalah ini diharapkan juga dapat mengetahui
akibat dari perbuatan menyontek sehingga mempunyai kesadaran untuk tidak
melakukan hal tersebut dan dapat menghindarinya bahkan dapat meninggalkan
kebiasaan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Keadaan
Pendidikan di Indonesia
Salah satu usaha pemerintah dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia dan kualitas lulusan sekolah
ialah dengan cara meningkatkan standart kelulusan baik nilai rata-rata maupun
nilai ketuntasan minimal. Setiap tahun selalu terjadi perubahan kebijakan dan
standart nilai yang mejadi patokan akan lulus atau tidaknya seorang pelajar. Seharusnya hal tersebut memacu peserta didik untuk
bersungguh-sungguh dalam memahami setiap mata pelajaran. Tapi hal ini
menjadi sebuah beban berat bagi sebagian peserta didik. Bahkan mereka cenderung
melakukan berbagai cara untuk mencapai kelulusan dan mendapat nilai yang baik
termasuk melakukan berbagai kecurangan seperti mencontek.
Bukan hanya dari pihak peserta
didik sendiri yang melakukan aksi ini, bahkan baik dari pihak orang tua maupun
guru ikut terlibat dalam aksi kecurangan ini. Dengan alasan tidak ingin
mendapat malu, mereka juga melakukan berbagai cara untuk membantu anaknya
tersebut padahal mereka mengetahui apa yang mereka lakukan ini adalah perbuatan
yang salah. Bahkan ketika Ujian Nasional berlangsung tidak jarang ada orang tua
yang rela mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk membayar sejumlah opnum untuk
memberikan jawaban Ujian Nasional agar anak mereka dapat lulus dengan nilai
yang baik. Sedangkan guru membocorkan soal-soal ujian agar peserta didiknya
dapat lulus dan nama sekolah mereka tetap terjaga baik.
Satu sekolah dianggap berprestasi
jika banyak peserta didiknya yang lulus Ujian Nasional dan sebaliknya dianggap
tidak berprestasi jika peserta didik sekolah tersebut banyak yang tidak lulus Ujian
Nasional (UN). Akibatnya, pada saat UN berlangsung, mulai dari sekolah menengah
atas, menengah pertama, hingga sekolah dasar, kebiasaan menyontek dikalangan
siswa dianggap sah-sah saja. Semua ini dianggap legal atas nama prestasi
sekolah dan kepala sekolah serta guru-guru di sekolah tersebut. Sebab,
persentase tingkat kelulusan merupakan martabat sekolah atau pimpinan sekolah
dan para gurunya. Hal seperti ini sudah menjadi praktik biasa dalam dunia
pendidikan di Indonesia.
B.
Pengertian Menyontek
Menyontek
memiliki arti yang beraneka macam, akan tetapi biasanya dihubungkan dengan
kehidupan sekolah khususnya bila ada ulangan dan ujian.
Ada berbagai macam pegertian tentang mencontek, yaitu:
1. Menurut
Purwadarminta menyontek adalah sebagai suatu kegiatan mencontoh/meniru/mengutip
tulisan, pekerjaan orang lain sebagaimana aslinya.
2. Cheating
(menyontek) menurut Wikipedia Encyclopedia sebagai suatu tindakan tidak jujur
yang dilakukan secara sadar untuk menciptakan keuntungan yang mengabaikan
prinsip keadilan.
3. Bower
(1964) yang mendefinisikan “cheating is
manifestation of using illigitimate means to achieve a legitimate end (achieve
academic success or avoid academic failure)”. Maksudnya, menyontek adalah
perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang sah/terhormat
yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau menghindari kegagalan akademis.
4. Deighton
(1971) yang menyatakan “Cheating is
attempt an individuas makes to attain success by unfair methods”. Maksudnya,
menyontek adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan
dengan cara-cara yang tidak jujur.
Dari berbagai pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa mencontek adalah suatu perbuatan atau cara-cara yang
tidak jujur, curang, dan menghalalkan segala cara yang dilakukan seseorang untuk
mencapai nilai yang terbaik dalam menyelesaikan tugas terutama pada ulangan
atau ujian.
Pada dasarnya
mencontek dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu mencontek dengan usaha
sendiri dengan membuka buku catatan atau membuat berbagai catatan kecil yang
ditulis pada kertas kecil, tangan atau di tempat lain yang dianggap aman dan
tidak diketahui oleh guru atau pengawas. Dan yang kedua yaitu dengan meminta
bantuan teman. Misalnya dengan meniru jawaban dari teman atau dengan
berkompromi menggunakan berbagai macam kode tertentu, menerima jawaban dari
pihak luar dan mencari bocoran soal.
Dalam perkembangannya menyontek dapat
ditemukan dalam bentuk perjokian seperti kasus yang sering terjadi dalam
UMPTN/SMPTN, memberi lilin atau pelumas pada lembar jawaban komputer atau
menebarkan atom magnet dengan maksud agar mesin scanner komputer dapat terkecoh
ketika membaca lembar jawaban sehingga gagal mendeteksi jawaban yang salah atau
menganggap semua jawaban benar. Dan banyak cara-cara yang sifatnya spekulatif maupun
rasional.
Ternyata praktik menyontek banyak
macamnya, dimulai dari bentuk yang sederhana sampai dalam bentuk yang canggih.
Teknik menyontek tampaknya mengikuti pula perkembangan teknologi, artinya
semakin canggih teknologi yang dilibatkan dalam pendidikan semakin canggih pula
bentuk menyontek yang bakal menyertainya. Bervariasi dan beragamnya bentuk
perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai menyontek maka sekilas dapat diduga
bahwa hampir semua pelajar pernah melakukan menyontek meskipun mungkin wujudnya
sangat sederhana dan sudah dalam kategori yang dapat ditolerir.
Meskipun dapat dikatakan cara
sederhana ataupun dengan cara yang canggih, dari sesuatu yang sangat tercela
sampai yang mungkin dapat ditolerir, menyontek tetap dianggap oleh masyarakat umum
sebagai perbuatan ketidakjujuran, perbuatan curang yang bertentangan dengan
moral dan etika serta tercela untuk dilakukan oleh seseorang yang terpelajar.
C.
Tinjauan
Pskologi Tentang Menyontek
Menurut Vegawati, Oki dan Noviani
(2004), pada saat dorongan tingkah laku mencontek muncul, terjadilah proses
atensi, yaitu muncul ketertarikan terhadap dorongan karena adanya harapan
mengenai hasil yang akan dicapai jika ia mencontek. Pada proses retensi,
faktor-faktor yang memberikan atensi terhadap stimulus perilaku mencontek itu
menjadi sebuah informasi baru atau digunakan untuk mengingat kembali
pengetahuan maupun pengalaman mengenai perilaku mencontek, baik secara maya
(imaginary) maupun nyata (visual).
Pertimbangan-pertimbangan yang
sering digunakan adalah nilai-nilai agama yang akan memunculkan perasaan
bersalah dan perasaan berdosa, kepuasan diri terhadap prestasi akademik yang
dimilikinya, dan juga karena sistem pengawasan ujian, kondusif atau tidak untuk
mencontek. Masalah kepuasan prestasi akademik juga akan menjadi sebuah
konsekuensi yang mungkin menjadi pertimbangan bagi seseorang untuk mencontek.
Bila ia mencontek, maka ia menjadi tidak puas dengan hasil yang diperolehnya.
Yesmil Anwar (dalam Rakasiwi, 2007),
mengatakan sebenarnya nilai hanya menjadi alat untuk mencapai tujuan dan bukan merupakan
tujuan dari pendidikan itu sendiri. Karena pendidikan sejatinya adalah sebuah
proses manusia mencari pencerahan dari ketidaktahuan. Yesmil Anwar mengungkapkan,
bahwa menyontek terlanjur dianggap sepele oleh masyarakat. Padahal, bahayanya
sangat luar biasa. Bahaya buat anak didik sekaligus untuk masa depan pendidikan
Indonesia. Ibarat jarum kecil di bagian karburator motor. Sekali saja jarum itu
rusak, mesin motor pun mati.
D. Faktor-Faktor Penyebab Menyontek
Menurut
Nugroho (2008), yang menjadi penyebab munculnya tindakan menyontek bisa
dipengaruhi beberapa hal. Baik yang sifatnya berasal dari dalam internal yakni
diri sendiri, maupun dari luar (eksternal) misalnya dari guru, orang tua maupun
sistem pendidikan itu sendiri.
1. Faktor
dari dalam diri sendiri
a. Kurangnya
rasa percaya diri pelajar dalam mengerjakan soal. Biasanya disebabkan
ketidaksiapan belajar baik persoalan malas dan kurangnya waktu belajar.
b. Orientasi
pelajar pada nilai bukan pada ilmu.
c. Sudah
menjadi kebiasaan dan merupakan bagian dari insting untuk bertahan.
d. Merupakan
bentuk pelarian atau protes untuk mendapatkan keadilan. Hal ini disebabkan
pelajaran yang disampaikan kurang dipahami atau tidak mengerti dan sehingga
merasa tidak puas oleh penjelasan dari guru atau dosen.
e. Melihat
beberapa mata pelajaran dengan kacamata yang kurang tepat, yakni merasa ada
pelajaran yang penting dan tidak penting sehingga mempengaruhi keseriusan
belajar.
f. Terpengaruh
oleh budaya instan yang mempengaruhi sehingga pelajar selalu mencari jalan
keluar yang mudah dan cepat ketika menghadapi suatu persoalan termasuk tes atau
ujian.
g. Tidak
ingin dianggap sok suci dan lemahnya tingkat keimanan.
2. Faktor
dari Guru
a. Guru
tidak mempersiapkan proses belajar mengajar dengan baik sehingga yang terjadi
tidak ada variasi dalam mengajar dan pada akhirnya murid menjadi malas belajar.
b. Guru
terlalu banyak melakukan kerja sampingan sehingga tidak ada kesempatan untuk
membuat soal-soal yang variatif. Akibatnya soal yang diberikan antara satu
kelas dengan kelas yang lain sama atau bahkan dari tahun ke tahun tidak
mengalami variasi soal.
c. Soal
yang diberikan selalu berorientasi pada hafal mati dari text book.
d. Tidak
ada integritas dan keteladan dalam diri guru berkenaan dengan mudahnya soal
diberikan kepada pelajar dengan imbalan sejumlah uang.
e. Kurangnya
sistem pengawasan dari guru.
3. Faktor
dari Orang Tua
a. Adanya
hukuman yang berat jika anaknya tidak berprestasi.
b. Ketidaktahuan
orang tua dalam mengerti pribadi dan keunikan masing-masing dari anaknya,
sehingga yang terjadi pemaksaan kehendak.
4. Faktor
dari Sistem Pendidikan
a. Meskipun
pemerintah terus memperbaharui sistem kurikulum yang ada, akan tetapi sistem
pengajarannya tetap tidak berubah. Misalnya tetap terjadi one way yakni dari guru untuk siswa.
b. Muatan
materi kurikulum yang ada seringkali masih tumpang tindih dari satu jenjang ke
jenjang lainnya yang akhirnya menyebabkan pelajar/siswa menganggap rendah dan
mudah setiap materi. Sehingga yang terjadi bukan semakin bisa melainkan
pembodohan karena kebosanan.
Adapun beberapa
faktor yang menyebabkan pelajar melakukan mencontek ketika ujian adalah sebagai
berikut:
a. Tekanan yang terlalu besar yang
diberikan kepada hasil studi berupa angka dan nilai yang diperoleh siswa dalam
tes formatif atau sumatif.
b. Pendidikan moral baik di rumah
maupun di sekolah kurang diterapkan dalam kehidupan siswa.
c. Sikap malas yang terukir dalam diri
siswa sehingga ketinggalan dalam menguasai mata pelajaran dan kurang
bertanggung jawab.
d. Anak remaja lebih sering menyontek
dari pada anak SD, karena masa remaja bagi mereka penting sekali memiliki
banyak teman dan populer di kalangan teman-teman sekelasnya.
e. Kurang mengerti arti dari
pendidikan.
f. Karena terpengaruh setelah melihat
orang lain melakukan menyontek meskipun pada awalnya tidak ada niat
melakukannya.
g. Karena jawaban dari pertanyaan
tersebut sama dengan yang ada pada buku sehingga bisa langsung disalin dari
buku.
h. Merasa dosen atau guru kurang adil
dalam memberikan nilai.
i. Adanya kesempatan atau pengawasan tidak
ketat.
j. Takut gagal karena yang bersankutan
merasa belum siap menghadapi ujian dan dia tidak ingin mengulang.
k. Ingin mendapat nilai tinggi
l. Tidak percaya diri sehingga tidak
yakin pada jawabanya sendiri.
m. Terlalu cemas menghadapi ujian
sehingga apa yang dipelajari sudah hilang sehingga terpaksa membuka catatan
atau bertanya kepada teman yang duduk berdekatan.
n. Merasa sudah sulit menghafal atau
mengingat karena faktor usia, sementara soal yang dibuat penguji sangat
menekankan kepada kemampuan mengingat.
o. Mencari jalan pintas dengan
pertimbangan daripada mempelajari sesuatu yang belum tentu keluar lebih baik
mencari bocoran soal.
p. Menganggap sistem penilaian tidak
objektif, sehingga pendekatan pribadi kepada dosen atau guru lebih efektif
daripada belajar serius.
q. Penugasan guru atau dosen yang tidak
rasional yang mengakibatkan siswa atau mahasiswa terdesak sehingga terpaksa
menempuh segala macam cara.
r. Yakin bahwa dosen atau guru tidak
akan memeriksa tugas yang diberikan berdasarkan pengalaman sebelumnya sehingga bermaksud
membalas dengan mengelabui dosen atau guru yang bersangkutan.
E.
Dampak dari Perbuatan Mencontek
Dampak yang timbul dari praktik
menyontek yang secara terus menerus dilakukan akan mengakibatkan
ketidakjujuran. Jika tidak, niscaya akan muncul malapetaka. Peserta didik akan
menanam kebiasaan berbuat tidak jujur, yang pada saatnya nanti akan menjadi
kandidat koruptor. (Poedjinoegroho, 2006).
Kebiasaan mencontek juga akan
mengakibatkan seseorang tidak mau berusaha sendiri dan selalu mengandalkan
orang lain. Sehingga seseorang tersebut tidak mau mempergunakan otaknya sendiri
dan tentu saja akan muncul generasi-generasi yang bodoh dan tidak jujur.
Selain itu, umumnya para pelajar
atau mahasiswa akan malas belajar, malas berpikir dan merenung, malas membaca
dan tidak suka meneliti. Orang yang suka menyontek biasanya hanya memerlukan
yang instan-instan saja dan tidak percaya pada kemampuan dirinya sendiri, yang
pada akhirnya akan menjadi generasi yang labil. Kreatifitas dalam dirinya terhambat.
Penuh dengan rasa malas, putus asa, dan tidak bertanggung jawab. Semua yang
diraihnya tidak halal karena kecurangan sehingga mengakibatkan reputasi diri
akan buruk di mata sosial.
Dampak buruk lainya adalah membodohi
diri sendiri. Ketika kita mencontek, berarti kita memanipulasi nilai kita.
Karena sebenarnya itu bukanlah jawaban kita, melainkan jawaban orang lain.
Belum tentu jawaban teman itu benar. Dan ketika kita memberikan jawaban kepada
teman kita, maka kita memberikan peluang kepada teman kita untuk mendapatkan
nilai yang lebih besar.
F.
Cara Mengatasi Kebisaan Mencontek
Ada
beberapa macam untuk mengatasi kebiasaan menyontek yaitu:
1. Dari
dalam diri sendiri
a. Bangkitkan
rasa percaya diri.
b. Arahkan
self consept ke arah yang lebih
proporsional.
c. Biasakan
berpikir lebih realistis dan tidak ambisius.
2. Dari
Lingkungan dan Kelompok
Ciptakan kesadaran disiplin dan kode etik kelompok
yang sarat dengan pertimbangan moral.
3. Dari
Sistem Evaluasi
a. Buat
instrumen evaluasi yang valid dan reliable (yang tepat dan tetap).
b. Terapkan
cara pemberian skor yang benar-benar objektif.
c. Lakukan
pengawasan yang ketat.
d. Bentuk
soal disesuaikan dengan perkembangan kematangan peserta didik dan dengan
mempertimbangkan prinsip paedagogy serta prinsip andragogy.
4. Dari
Guru atau Dosen
a. Berlaku
objektif dan terbuka dalam pemberian nilai.
b. Bersikap
rasional dan tidak menyontek dalam memberikan tugas ujian atau tes.
c. Tunjukkan
keteladanan dalam perilaku moral.
d. Berikan
umpan balik atas setiap penugasan.
Selain itu kita sebagai calon
pendidik tentunya memiliki tugas yang berat dalam upaya mengatasi kebiasaan
mencontek dikalangan pelajar. Salah satu upaya yang bisa kita lakukan sebagai calon
guru ialah memberikan motivasi pada peserta didik yang mencontek pada saat
ulangan agar peserta didik dapat bersikap jujur dalam menghadapi ulangan dan
menanamkan rasa percaya diri pada setiap peserta didik.
Beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam mengadapi
persoalan setiap siswa, yaitu:
a. Siswa
bukanlah miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri sehingga metode
belajar mengajar tidak boleh disamakan denagan orang dewasa.
b. Siswa
mengikuti periode-periode perkembangan tertentu dan mempunyai pola perkembangan
serta tempo dan iramanya. Implimintasi terhadap pendidikan adalah bagaimana
menyesuaikan proses pendidiakn itu dengan pola dan tempo, serta irama dan
perkembangan siswa itu sendiri.
c. Siswa
memiliki kebutuhan dan menuntut untuk memenuhi kebutuhan itu semaksimal
mungkin.
d. Siswa
memiliki perbedaan antara individu-individu dengan individu yang lain, baik
perbedaan yang disebabkan faktor endogen (fitrah) maupun eksogen (lingkungan)
yang meliputi segi jasmani, intelegensi, sosial, bakat, minat dan lingkungan
yang mempengaruhinya.
e. Siswa
dipandang sebagai kesatuan sistem manusia (cipta, rasa, karsa).
f. Siswa
merupakan objek pendidikan yang aktif dan kreatif serta produktif.
Tindakan guru pada umumnya dalam
pelaksanaan ujian dan ulangan dengan memberikan penguatan dan peneguhan
terhadap sikap dan perilaku mereka yang positif, dimana mereka berusaha sendiri
menyelesaikan tugasnya dengan baik dan tertib. Namun bila tidak ada perilaku
positif yang dapat diberikan penguatan dan peneguhan maka dibutuhkan pendekatan
lain yaitu:
a. Cuing
Promping, yaitu siasat memberikan tanda, guru menyajikan suatu perangsang yang
berfungsi sebagai pemberitahuan bahwa siswa diharapkan berbuat sesuatu yang
sebenarnya dapat mereka lakukan, tetapi belum dilakukan.
b. Model,
yaitu guru memberikan model yang ditiru oleh siswanya.
c. Shaping,
yaitu membuat tingkah laku secara berlahan-lahan, yaitu setiap tingkah laku
siswa, seperti mengatur buku, menyapa guru atau teman, cara ini memerlukan
kesabaran yang sangat dari guru.
Adapun tindakan kuratif guru, berlaku bagi siswa
yang sudah terbiasa dengan contek mencontek, dengan memberikan peringatan. Bentuk
kongkrit dari peringatan dapat bermacam- macam, yaitu :
a. Teguran
Verbal, yaitu mendekati siswa tertentu dengan berbicara suara kecil sehingga
tidak terdengar oleh teman sekelas.
b. Mengambil
suatu hal yang digemari atau disukai siswa, seperti mengikuti kegiatan tertentu
atau menyerahkan benda yang dipegangnya.
c. Mengisolasi
siswa dari teman-temannya untuk waktu tidak terlalu lama, seperti
memindahkannya diruang kosong atau tempat yang jarang dilalui orang.
Jadi, dari bentuk tindakan guru
yang telah dipaparkan, guru dapat membantu siswanya untuk meninggalkan
kebiasaan menyontek dalam ujian atau ulangan dengan berusaha melakukan berbagai
hal sebagai berikut:
a. Membentuk
hubungan saling menghargai antara guru dengan siswa, serta menolong siswa bertindak
jujur dan tanggung jawab.
b. Membuat
dan mendukung peraturan sehubungan dengan menyontek, karena siswa memahami
peraturan dari tindakan guru.
c. Mengembangkan
kebiasaan dan keterampilan belajar yang baik dan menolong siswa merencanakan,
melaksanakan cara belajar siswa.
d. Tidak
membiarkan siswa menyontek jika hal tersebut terjadi dalam kelas dengan teguran
atau cara lain yang pantas dengan perbuatannya, sebagai penerapan disiplin.
e. Bertanggung
jawab merefleksikan “kebenaran dan kejujuran”, yaitu guru menjadikan diri
sebagai teladan siswa dalam menanamkan nilai kebenaran dan kejujuran.
f. Menggunakan
tes subjektif sebagai dasar proses ulangan dan ujian.
g. Menekankan
“belajar” lebih sekedar mendapat nilai, yaitu membantu siswa memahami arti
belajar sebagai suatu tujuan mereka sekolah dan nilai akan berarti bila murni
dengan kemampuan siswa sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam batas-batas tertentu menyontek dapat dipahami sebagai sesuatu
fenomena yang manusiawi, artinya perbuatan menyontek bisa terjadi pada setiap orang. Sebagai
bagian dari aspek moral, maka terjadinya
menyontek sangat ditentukan oleh faktor
kondisional yaitu suatu situasi yang membuka peluang, mengundang, bahkan
memfasilitasi perilaku menyontek.
Seseorang yang memiliki nalar moral, yang tahu bahwa menyontek adalah perbuatan tercela, sangat
mungkin akan melakukannya apabila ia dihadapkan kepada kondisi yang memaksa.
Menyontek adalah
tindakan negatif yang mempengaruhi kinerja otak yang
membuat siswa menganggap
enteng pelajaran tersebut.
Menyontek merupakan salah satu wujud perilaku dan ekspresi
mental seseorang. Ia
bukan merupakan sifat bawaan individu, tetapi sesuatu yang lebih merupakan
hasil belajar atau pengaruh
yang didapatkan seseorang dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Dengan
demikian, menyontek lebih muatan
aspek moral daripada muatan aspek psikologis.
Mencontek bukanlah
salah satu bentuk solidaritas, tapi justru mencontek itu adalah bentuk dari
kecurangan. Mencontek
adalah suatu perbuatan atau cara-cara yang tidak jujur, curang, dan
menghalalkan segala cara yang dilakukan seseorang untuk mencapai nilai yang
terbaik dalam menyelesaikan tugas terutama pada ulangan atau ujian.
Banyak hal yang
menyebakan seseorang untuk berani mencontek, baik itu dorongan dari diri
sendiri maupun orang lain.
Dengan demikian menyontek bisa
membawa dampak negatif,
baik
kepada individu maupun
bagi masyarakat. Dampak negatif bagi individu akan terjadi apabila praktik menyontek dilakukan secara terus-menerus sehingga menjurus
menjadi bagian kepribadian seseorang.
Selanjutnya,
dampak negatif bagi masyarakat akan terjadi apabila masyarakat terlalu permisif terhadap praktik menyontek sehingga akan menjadi bagian dari
kebudayaan, dimana nilai-nilai moral akan terkaburkan dalam setiap aspek
kehidupan dan pranata sosial. Perbuatan mencontek memberikan dampak yang
buruk bagi siswa, karena dengan mencontek siswa cenderung tidak percaya diri
dan hanya mengandalkan orang lain. Selain itu kebiasaan mencontek juga
menjadikan seorang siswa itu menjadi pribadi yang tidak jujur.
Mencegah menyontek tidaklah cukup dengan sekedar
mengintervensi aspek kognitif seseorang, akan tetapi yang paling penting adalah
penciptaan kondisi positif pada setiap faktor yang menjadi sumber terjadinya menyontek, yaitu pada faktor siswa atau mahasiwa, pada lingkungan, pada sistem
evaluasi dan pada diri guru
atau dosen.
B. Saran
Tidak munafik jika kebiasaan mencontek sulit untuk
dihilangkan. Bahkan penulis sendiri sangat sulit untuk meninggalkan kebiasaan
mencontek ini. Namun kita tidak boleh hanya menyerah dengan kebiasaan buruk
ini, tapi kita harus tetap berusaha menjadi manusia yang lebih baik. Jika kita
memang benar-benar sulit menghilang kebiasaan ini tapi paling tidak kita dapat
memeinimalisir kebiasaan mencontek ini. Tumbuhkan rasa
percaya diri dengan merasa puas akan hasil kerja sendiri. Mengubah kebiasaan.
Mungkin pada awalnya memang bukan hal gampang, tetapi jika kita memang
meniatkan dalam hati pasti bisa dilakukan. Bukan hal yang mustahil
kebiasaan ini untuk dihilangkan, jika tekat dan niat kita sungguh-sungguh maka
tidak mungkin jika tidak dapat meninggalkan kebiasaan ini.
Setiap
orang berpotensi untuk melakukan
menyontek dan gejala
kecenderungan semakin maraknya praktik
menyontek di dunia
pendidikan, maka perlu segera dilakukan review atau reformulasi sistem atau
cara pengujian, penyelenggaraan tes yang berlangsung selama ini baik yang
diselenggarakan secara massal oleh suatu badan atau kepanitiaan maupun yang
diselenggarakan secara individual oleh setiap guru atau dosen.
Banyak hal yang bisa kita lakukan
sebagai seorang pendidik untuk menghilangkan kebiasaan mencontek ini. Misalnya
saja dengan memberikan motivasi
pada para peserta didik kita, sehingga mereka dapat menjadi anak yang jujur dan
percaya diri sehingga mereka dapat yakin dengan mereka sendiri. Memberikan tes
lisan juga merupakan cara yang efektif, karena dengan lisan ini akan
meminimalisir berbagai tindakan kecurangan. Adanya kesepakatan dan kerjasama
dari berbagai pihak juga sangat penting, karena jika hanya satu pihak saja yang
mendukung tapi pihak lain bertentangan maka tidak akan muncul kesepakatan. Dan
tentunya juga harus didukung dengan kejujuran dari semua pihak.
1. Peran Orang Tua
Peran
orang tua adalah yang paling utama untuk mendidik anak. Kewajiban orang tua
agar anaknya tidak mencontek terus diterapkan. Jika anak akan mengikuti UN disekolah, selalu ingatkan agar tidak mencontek. Dan ingatkan anak terus belajar di rumah agar bisa menjawab soal jika
ujian. Jangan
selalu membentak anak jika bernilai jelek karena itu adalah hasil
perjuangannya.
2. Peran Teman
Selalu
tegur jika ada teman yang mencontek. Jangan mengkait-kaitkan masalah
persahabatan dengan tidak diberi contekan oleh teman. Intropeksi diri jika
teman tidak mau memberikan contekan kepada kita. Karena teman sudah berusaha keras menjawab soal
dengan belajar di rumah.
3.
Peran Guru dan
Sekolah
Guru
dan sekolah harus saling bekerja sama dalam memberantas budaya mencontek ini.
Guru harus selalu memperingatkan siswanya agar tidak mencontek di kelas dan
memberi nasehat atau motivasi.
Sekolah juga harus mempersiapkan hukuman (menyontek) untuk siswanya yang melanggar
peraturan dari guru.
4.
Kesadaran Diri
Kesadaran
diri bahwa budaya
mencontek hanya merugikan diri sendiri. Banyak-banyak dengar nasehat dari orang
tua, teman, dan guru disekolah. Selalu intropeksi diri, karena mencontek bisa menjadi sebuah kebiasaan dengan
kerugian jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Alhadza,
Abdullah. 2004. Makalah menyontek
(Cheating) di Dunia Pendidikan. http;//www.depdiknas.go.id/Jurnal.
Sujinalarifin. 2009. Menyontek, Penyebab dan Penanggulangannya. http://sujinalarifin.wordpress.com/2009.
Suparno,
Paul, DR, SJ. 2000. Sekolah Memasung Kebebasan Berfikir Siswa, https://www.kompas.com/kompas.
Vegawati,
Dian., Oki, Dwita.,P.S., Noviani, Dewi, Rina. 2004. Perilaku Mencontek di Kalangan Mahasiswa. http://www.pikiran-rakyat.com.
0 komentar:
Posting Komentar